Ada Cinta di Sekolah Kayu
Melewati waktu bersama para guru kecil. Belajar bersama dengan kepolosan dan keceriaan mereka. Memimpikan cita-cita setinggi langit, serta membiarkannya mengangkasa. Menambah keyakinan di dalam diri akan tanda-tanda kebesaran Sang Pencipta.
Guru kecil ku Haidar. Ia selalu tampil dengan ceria. Cita-citanya ingin menjadi pembalap yang hafal 30 juz Alquran. Jiwa kepemimpinan di dalam diri Haidar begitu terlihat, ia selalu siap menolong guru dan teman yang membutuhkannya.
Teringat ketika Haidar belum menjadi muridku. Dia hanyalah seorang adik dari Abil yang sering ikut mengantar ke sekolah.
Pernah aku berkunjung ke Rumah Abil ketika ia sedang sakit. Haidar melonjak-lonjak kegirangan, seraya memanggilku, “Yeaay ada Bu Arun, ayo bu masuk.”
Begitu senang ia melihatku seolah-olah aku gurunya sendiri.
Hingga aku menjadi guru Haidar di tahun ke 5 aku mengabdi sebagai guru. Ia tetaplah sama, ceria, semangat, murid yang dapat diandalkan.
Belajar merupakan suatu hal yang menyenangkan. “Every day is holiday” itulah motto ku. Untuk anak usia dini semua pembelajaran pra membaca, menulis, berhitung selalu dikemas dengan dunia bermain sesuai fase perkembangan anak.
Banyak aspek yang harus dikembangkan untuk menjadi dasar bagi perkembangan kognitif anak, antara lain karakter, kemandirian, literasi, serta pentingnya menumbuhkan motivasi dan juga minat bakat anak.
Memperkaya metode belajar akan merangsang rasa keingintahuan dalam diri anak-anak. Hal ini akan membuat suasana belajar menjadi tidak membosankan dan lebih efektif, serta anak-anak akan mudah untuk menyerap pelajaran yang disampaikan.
Beberapa metode belajar yang bisa digunakan seperti menyanyi, bermain drama, mendongeng, kuis tebak-tebakan, games, fun cooking, treasure hunt.
Seperti saat aku mengajarkan tentang konsep huruf. Aku memakai metode CBI fonik yang dibuat oleh Ibu Sumarti M. Thahir. Langkah pertama yaitu mengenalkan huruf A melalui nyanyian. Haidar pun senang sekali dengan metode ini. Dia sering bermain tebak-tebakan dengan teman sekelasnya.
“Aku suka apel, a…a…a” Aku mencontohkan cara bernyanyi dan diulang hingga dua kali.
“A bunyi huruf aaaa..”
“Jadi jika kita mengucapkan huruf A, maka rongga mulut kita harus terbuka ya nak. Coba dirasakan.”
“Kalau tertutup bisakah kita mengucapkan huruf A?”
Kemudian anak-anak mencoba merasakan mulut mungil mereka, mulai terbuka dan tertutup merasakan bagaimana huruf A bisa keluar.
“Sekarang coba tebak, di dalam kata Anggur, ada huruf A tidak ya?” Aku mulai memberikan tebakan.
“Ada bu, Aaa..ngg..gur.” Haidar dengan cepat menjawab.
Terkadang aku menambah pertanyaan, “Ada berapa ya huruf A nya?”
Anak-anak akan berlomba untuk menemukan berapa jumlah huruf A, hanya dengan merasakan dari bentuk mulutnya saja.
Setelah itu aku akan memperlihatkan huruf A. Kemudian aku meminta mereka melukiskan di atas pasir. Awalnya aku memegangi dua jemari kecil, telunjuk dan jari tengah mereka. Untuk menyusuri garis huruf A di atas sebuah kertas. Lalu kami melukiskannya di atas pasir.
Tak hanya di atas pasir, tetapi dapat juga di lukiskan di udara hingga punggung teman dapat dijadikan media.