Kelas Banana
Setelah musim liburan sekolah berakhir tepat di tahun ke 6, aku mendapat sebuah tantangan untuk mengajar anak usia tiga tahun.
Ini kali pertama aku bersentuhan dengan anak-anak kelas play group. Di kelas itu ada dua anak manis, ukuran tubuh mereka hampir sama, keduanya memiliki lesung pipi. Zahra dan Gemintang, hampir saja aku menganggap mereka kembar.
Melihat wajah anak-anak yang begitu manis, maka aku memberikan nama kelas Banana. Aku berharap mereka dapat tumbuh menjadi anak-anak yang selalu manis seperti setangkup pisang yang rasanya manis yang selalu dibelikan oleh ibuku.
Dua gadis cilik itu selalu mengikuti kemanapun aku pergi, jika waktu salat tiba, aku membiasakan mereka untuk berada dilingkungan kakak kelas yang sedang menghafal alquran dan juga salat. Mereka begitu penurut sebelum mengajak mereka, selalu aku menceritakan kepada mereka tentang apa saja yang ingin aku lakukan, sehingga mereka sama sekali tidak rewel ketika bersamaku. Malahan Zahra kerap kali tertidur ketika menunggu aku salat zuhur.
Gemintang yang memiliki kepribadian yang lebih matang, ia senang sekali berpura-pura seperti seorang ibu yang membacakan buku untuk mengantar Zahra tidur siang sambil menunggu jemputan datang. Iya Gemintang sedang dalam fase membaca gambar buku, aku tak berkomentar apa-apa, aku sungguh menikmati pemandangan yang sangat menggemaskan itu.
“Ini ya Za, aku mau bacain buku untuk kamu sebelum tidur” ucap Gemintang sambil mengajak Zahra masuk ke dalam sebuah tenda Indian berwarna pink, tempat yang kusediakan untuk mereka bermain rumah-rumahan dan untuk beristirahat sebelum pulang.
“Oke Binta” jawab Zahra masih agak cadel, menyebut Gemintang dengan sebutan Binta.