Matahari belum benar-benar tenggelam. Udara sejuk mulai berhembus dari kaca yang sengaja dibuka setelah jam 5 sore. Batas jam kerja, batas alat-alat elektronik bekerja maksimal. Meskipun AC sudah dinonaktifkan, ruangan kerja Preti masih sejuk dan lebih segar dibandingkan beberapa jam sebelumnya. Hujan tak datang meskipun awan hitam mulai mondar-mandir semenjak siang.
Sial!
Preti mengambil ponselnya dan menekan tombol dua lebih lama sehingga ia tersambung otomatis kepada Syena. Tapi yang didapat amukan temannya itu karena baru saja diomelin bos barunya.
“Ya sudah, gak usah pakai urat ngomong ‘enggak mau’!” dibantingnya ponsel ke atas meja yang masih penuh dengan tumpukan-tumpukan kertas tak beraturan.
Kegelisahan Preti seminggu belakangan ini sangat berarti. Ia akhirnya akan berumur 28 tahun dalam jangka waktu 5 hari lagi. Kode keras untuk membentengi diri dan membekali diri dengan ayat-ayat suci agar perdebatan tentang jodoh tidak semakin runyam.
“Berhenti di Pintu masuk B ya, Pak.” Preti niat ke mall sendirian. Tak singgah di outlet-outlet toko, ia langsung bergegas menuju lantai 4 mall. Dan memasuki ruangan yang pintu masuknya penuh dengan kelap kelip di setiap huruf T-I-M-E-Z-O-N-E.
“Mau isi kartunya berapa, Kak?” sapa sang kasir koin yang ditebak masih baru tamat SMA. Wajahnya masih polos dengan rambut setengah tegang yang diikat dengan karet cina.
Preti menunjukkan lambang peace dengan jemari kanan. Tanpa bersuara ia memberi lembaran dua puluh ribu kepada sang kasir yang sangat paham dengan simbol itu.
“Hari ini sendiri?” tanya pegawai yang lain. Kali ini pria separuh baya yang awalnya mengabdikan diri sebagai cleaning service mall, yang kini naik jabatan menjadi atasan anak tamatan SMA tadi. Untuk jabatan itu, ia mengabdikan dirinya dari muda sampai akhirnya memiliki anak satu yang bukan darah dagingnya. Tebak anak itu dari mana? Ya, semua orang tahu, termasuk Preti dan Syena pelanggan TIMEZONE setia. Anak itu adalah anak yang dibuang 18 tahun yang lalu di kamar mandi mall. Dan anak itu sudah bertumbuh besar serta menjadi kasir satu-satunya TIMEZONE.
“Hm..mh.” anggukan lemah Preti membuat ayah dan anak itu sepakat tak bertanya lagi.
Preti menggesekkan kartunya berkali-kali di mesin PIU. Menghabiskan saldo kartunya hanya untuk menaklukkan hampir semua judul di layar mesin PIU. Tak tanggung-tanggung level kecepatannya dipakai yang maksimum. Perempuan sawo matang itu menari-nari kesetanan yang tak lebih baik dari Balon Sky Dancer.
Masih terngiang dikepalanya proses kencan dadakan yang di atur teman arisan ibunya. Memalukan! Diremasnya tiang PIU sambil menghentak-hentakkan kakinya. Mati saja kau Preti! Udah sekarat begini percintaanmu, di jodohin pulak sama duda muda.” Ia mengutuk dirinya sendiri. Tak berani mengutuk ibunya yang sebenarnya punya andil besar untuk dipersalahkan, itu dosa besar.
“Kau mau saldo tambahan? Biar ku input tanpa harus berhenti bermain?” Si kasir mendekatinya dengan beberapa kain lap fiber di tangannya. “Mau ku bersihkan dulu?”
“Nggak perlu, Dek! Aku hanya perlu berkeringat aja. Bukan untuk bersenang-senang.” Kaki Preti masih tetap bergerak dan mata tetap fokus pada layar PIU. Kelelahan fisik yang didapatnya dengan uang dua puluh ribu akhirnya mampu melupakan masalah perjodohan.
Preti memutuskan pergi ke salah satu restoran cepat saji yang paling di sukainya, BURGER KING. Disana dia bukan membeli burger, tapi kentang goreng. Dan saat dia ke KFC, dia bukan membeli ayam goreng tapi burger. Terbalik seperti perasaannya yang sudah diombrak-ambrik oleh orang-orang yang mengaku peduli padanya.
“Hai,” Sapa pria jangkung persis seperti Lee Jong-suk pemain Korean Drama Pinocchio.
Preti bingung tapi kepalanya mengangguk sambil mengatur posisi kacamatanya yang bulat, “Siapa ya?” Oh.. Tentu saja dia tak mau malu, diikat rambutnya yang pendek mode ekor anak kuda dengan karet cina. Separah-parahnya penampilanku di kolam renang, lebih parah ini. Rambut lepek, berkeringat, wajah kusam.
“Sory, Pretty kan?”