Senyumnya hanya menunda luka yang mungkin semakin melebar. Sementara Preti sudah berusaha mengobati luka hatinya hampir 3 tahun. Rasanya memang tak mungkin menerima laki-laki itu kembali dengan apapun yang menjanjikan meskipun akhirnya dia yang salah telah meragukannya. Aku sakit karena diriku sendiri. Aku kecewa karena kecurigaanku sendiri. Tapi mengapa sulit sekali menerimanya kembali .
“Kau harus berdamai dengan dirimu sendiri, Nak!” jawab Ibu Preti penuh hati-hati. Menyaksikan putrinya menangis sesunggukan semalaman membuat hatinya hancur. Sehancur melihat tangisnya saat kepergian suaminya.
Preti Menggeleng dengan raut putus asa. Wajah lelahnya dibanjiri air mata yang deras mengalir. Bayangan kejadian di Pusat Seni Bela Diri masih menghantuinya dan melululantahkan harapan yang dijaganya selama 3 tahun.
“Kau pasti bisa. Maafkan dirimu sendiri yang udah curiga dan bicara buruk tentang dia.”
Preti menggeleng lagi. “Gak sanggup aku, Mak.”
“Lawan rasa malumu, demi luka di hatimu. Gak semuanya salah, pasti ada titik dimana kau yang benar. Jangan gini terus, kau harus bisa bangkit! Kalau gak, kau beneran jadi jomblo tua, Nak. Aku gak bercanda.”
Syena langsung menutup wajahnya dengan majalah, saat matanya menangkap jelas wajah Preti yang menangis di meja makan. Percakapan yang tak mau ditambahinya dengan pesan dan saran, karena perempuan sawo matang itu sudah cukup terpukul dengan kejadian semalam. Kejadian memilukan yang dia saja baru tahu kalau laki-laki yang dijumpainya itu adalah cinta dan pacar pertamanya. Seandainya saja kau cerita, pasti aku ikut kesana.
Ibu Preti mengusap kepala putrinya dengan penuh kasih sayang, memeluknya untuk mengurangi tekanan yang dirasakannya. “Kalau memang dia bukan jodohmu, ikhlaskan aja, Nak.”
“Dulu aku memang salah menilainya, tapi sekarang dia benar-benar seperti penilaianku dulu! Aku terlambat datang, Mak! Aku selalu datang di waktu yang salah. Sedih kali kurasa. Gak usah paksa aku kawin lagi.”
Untuk yang pertama kalinya ibu Preti mengangguk setuju tanpa ragu.
***
Tekanan untuk menikah berkurang, rasa penasaran sudah terjawab, Preti kembali lagi bersinar bak anak kuliah yang belum jatuh cinta. Menggantungkan kecantikan kepada Syena yang jadi guru dadakan. Merawat badan, memperhatikan gaya berpakaian membuatnya sukses menemani melewati kesedihan. Hubungannya dengan beberapa laki-laki merupakan kemajuan pesat. Dia benar-benar berdamai dan membuka hatinya untuk yang lain.
Perkembangan positif yang hanya dua bulan, sebenarnya mengundang kecurigaan. Syena berharap luka Preti benar-benar sembuh, karena kalau tidak, kepura-puraannya hanya mengorek lukanya perlahan keliang lahar.
Syena menutup wajahnya dengan buku menu. Mengumpat dalam hati setelah melihat Preti datang dengan dinas lapangannya. Baju kodok lengan panjang yang di gulung sampai ke siku, serta sepatu boat cokelat yang mungkin baru di cucinya tadi malam. Karena sama sekali tak ada noda lumpur menempel.
“Hai..”
Syena tidak membalas sapaan Preti.
“Kau tuli, ya?
Syena menunduk di bawah menu. “Sepertinya aku salah menyuruhmu menemaniku makan siang hari ini,”
“Kenapa?”
“Aku meneleponmu sejam yang lalu, agar kejadian yang setahun lalu tidak terjadi ditempat yang ini!”
“Apaan sih! Momen nggak penting itu masih diingat-ingat, sampe malu nginjakin kaki disini. Kita gak ngemis juga disini!”
“Aduh.. aku yang cinta habis sama tempat ini, harus nunggu pengelolanya ganti orang karena kepalang malu!”
Preti menarik menu yang menutupi kepala Syena. “Kau mau aku pulang aja, atau aku mesan menu sekarang!” dengan nada setengah berbisik dan suara yang ditekan, ia juga bicara setengah menunduk.
Syena menegakkan badannya sambil berpikir.
“Kupikir kau meneleponku yang sibuk dilapangan ini karena berita yang gak penting untukku tapi penting kali untukmu.”
Syena mengangguk. “Pesan aja dulu makanannya.” Mencoba fokus pada tujuan utamanya. Makan.
Dengan semangat berkobar-kobar, dijawabnya. “PAKESA. Aku pesan itu aja.” Makanan yang sering diincar saat promonya keluar.
“Apa itu?” tanya Syena sambil mencari nama menunya.
“Paket Hemat Satu. Komplit dengan nasi, ayam goreng pedas, brokoli tumis, ice cream mini dan lemon tea.”