Kata Mamak

elesia maria tamba
Chapter #10

Serius Tapi Tak Mulus

“Musim kemarau mengingatkanku pada Liau. Kau tau, dia lelaki pertama yang menarik perhatianku dan untungnya dia membalas. Awalnya aku ragu, sepertujuh nasibnya pun aku tak mampu.” Pretty tersenyum kecut. Diam sejenak. Lalu terdengar suara hidungnya yang perlahan menghirup udara.

"Kenapa musim kemarau, gak musim hujan atau musim durian? kan lebih romantis" Syena bertanya sekenanya. Seperti tak berpikir. Atau memang di kepalanya hanya hujan yang romantis, dia juga tak sadar itu. Yang jelas dia tau, malam ini gak akan ada acara mabuk-mabukan. Dia dan Preti sudah sepakat untuk tidak mabuk meski masalah menggunung.

Preti tak mempedulikan pertanyaan sahabatnya. “Honda Jazz, Jam Fosil, sepatu branded, baju yang mahal, celana entah merk apa – aku susah mengingatnya, aku bisa hapal karena lebih memperhatikan itu ketimbang dirinya. Belum lagi parfumnya yang super lembut tapi terkesan macho, dompetnya yang slim tapi berisi kartu-kartu yang lebih bernilai ketimbang isi laci kasir-mu. Kau pikir kenapa aku tau semuanya? Karena aku tau diri. Aku minder. Aku gak nyaman. Sementara aku? Wajah pas-pasan, pakaian standart ala orang menengah ke bawah, duit kekurangan, prestasi juga gak mampu disamakan dengan dia.”

“Sesempurna itu, ya?” Lagi-lagi Syena bicara sekenanya. Dia bingung menanggapi curhatan sahabatnya itu. "Liau. Namanya gak menggambarkan kesempurnaan yang kau sebut."

Preti memayunkan bibir sambil mengangguk. Matanya kembali sayu, ekspresi sedih  yang meyakinkan Syena, kalau ternyata perempuan sawo matang itu belum benar-benar sembuh dari luka karena cintanya yang masih bersisa.

Syena meneguk air lemon yang dicampur soju. Meracik minuman untuk menambah sensasi tusukan duri di tenggorokannya. Itu lebih baik daripada berkomentar, tapi tak dapat tanggapan.

Wajah yang tak ceria seperti biasanya mengundang tanya bagi Preti.

“Kau kenapa?" Preti akhirnya bertanya. Dia sadar, gak ada gunanya bicara masa lalu. "Tumben sedikit waras dari dirimu yang sesungguhnya.” Preti tersenyum tipis. Mengejek.

“Nah itu dia, pria yang memapahmu saat mabuk!” Sambil mendekat berbisik ke telinga Preti, “Dia sepertinya melebihi Liau. Mapan, rupawan, dan dermawan.” Sambil tertawa cekikikan meniru adengan tawa Mak Lampir.

Preti tak menggubris. Candaan Syena ditambah kebisingan Bar, membuatnya kesal. “Jangan telalu sering melawak. Nggak lucu!” Perempuan itu memasang wajah serius, memilih memakan kentang goreng yang penuh lumuran saos tomat. “Kau juga harus miilih-milih candaan, Sye. Aku serius cerita!”

“Siapa yang becanda. Orangnya menuju kesini, loh. Lihat, lihat! Hayo lihat! Nyesal kau melewatkan momen ini.” Syena meletakkan kedua tangannya masing-masing di pipi Preti dan berusaha mengarahkannya tepat ke arah pria yang juga datang mendekat pada mereka.

Jezzz…

Preti tertegun. Diam. Hatinya ngilu. Kepalanya kosong.

Perlahan kepala diarahkannya ke Preti sambil berkata, “Aku nyesal!” Belum sempat menghindar, Lelaki yang ditunjuk Syena sudah berdiri di sudut meja. Dia hanya bisa menahan apa yang bisa dikendalikan. Rasa bahagia yang meliputi Preti karena bisa melihat lelaki itu lagi, bercampur dengan luka yang kembali dilihatnya beberapa waktu sebelumnya.

“Hai!” sapa Syena dengan wajah memerah.

Lihat selengkapnya