Kata Mamak

elesia maria tamba
Chapter #16

Gandengan Tapi Bukan Pacar

Berjalan tanpa mantel di bawah hujan membuat pipi Preti tertusuk-tusuk dan angin yang menampar-nampar wajahnya tak membuat sadar jadi sorotan mata yang berteduh di pinggir jalan. Aroma hujan yang sering membuatnya tenang dan damai, kini tak mampu lagi meredam kegelisahannya. Bingung mau melakukan apa jika tak terus bergerak jalan. Klakson Samy yang sedari tadi berbunyi tak juga menyadarkan Preti yang berjalan hampir di tengah jalan.

Setelah berpikir tiga kali, laki-laki itu akhirnya turun dari mobinya sembari membuka jas biru dongker yang sudah dipakainya rapi dari rumah. Ia seharusnya bergegas ke acara tahunan makan bersama keluarga besar. “Preti!” panggilnya dengan sedikit ngilu akan dinginnya hujan sore itu. “Preti!!” ia menepuk pundak Preti.

Preti yang berlinang air mata menatapnya sendu. Matanya merah dan air matanya yang bercampur dengan hujan juga mampu dilihat Samy.

“Kau kenapa?” Awalnya bukan itu kalimat yang ingin diucapkan Samy.

“Oh. Kenapa? Kau kenapa disini?” tanya Preti datar. Ekspresinya seperti baru dihipnotis.

“Kau ngalangin jalan. Bisa menepi?” balas Samy.

“Hah?” Preti melirik ke kanan dan kiri. Melihat pandangan heran dari orang-orang yang berteduh di tepi jalan. “Aku gak punya payung? Karena udah telanjur basah, jadi sekalian mandi hujan.” Jawabannya gak nyambung. Pura-pura menikmati hujan dan menepi hingga Samy bisa tancap gas. “Sial!” ia menendangi air hujan yang menggenang di sampingnya. Melihat Samy, bayangan tentang Samy muncul lagi. Bayangan dia yang diceritakan Liau, dan bayangan dia yang berbaik hati membantunya kembali dengan Liau.

Tak lama bayangan itu berputar, sosok nyatanya beneran muncul. Ia juga mengendarai mobil sportnya, melaju pelan sejajar dengan dirinya. Ia membuka kaca jendela dan didapati Preti pria itu semakin istimewa dengan balutan jas yang persis sama seperti yang dikenakan saudara kembarnya barusan.

“Ngapain disitu, ayo masuk!” ditekannya satu tombol hingga pintu mobil terbuka otomatis.

Preti setengah menunduk untuk menolak ajakan pria itu.

Saly keluar dari mobilnya dengan payung pink yang pernah dilihat Preti, entah dimana.

Kau bisa sakit terlau lama basah begini. Dikasihnya handuk kecil yang sengaja dibuatnya di bawah jok.

Handuk ini wangi lavender, dimana ya pernah nyium ini?  Rasa penasaran semakin menggerogoti badannya yang semakin dingin menggigil karena AC mobil Saly yang lebih menusuk ketimbang hujan.

Saly mengambil handuk yang masih dipandangi perempuan itu, kemudian dengan lembut mengusap-usap kepalanya sampai setengah kering. “Jangan mau sakit! Dunia ini lebih kejam kalau kita sakit, segan kalau kita sehat!” ekspresinya berhasil membuat hati Preti terenuh. Dan bayangannya tentag cerita Liau pun menghilang.

“Aku bantu kau menghilangkan rasa khawatir dan penasaranmu. Mau ya? Kita makan enak dulu!” Pertanyaan yang tak butuh jawaban, pria itu langsung putar arah menancap gas ke salon untuk mengeringkan rambut Preti dan ke toko baju untuk mengganti bajunya yang basah.

Preti ngikut aja. Badannya tak menolak seperti dihipnotis. Menyukai genggaman Saly yang menarik-narik tangannya kesana-kemari. Terkesan terburu-buru tapi Preti suka itu.

“Kukira kau sudah lebih segar dan gak kedinginan lagi.” Saly memakaikannya caedingan lembut yang bagian belakangnya terbuat dari kebaya. Sehingga baju tanpa lengan yang dibeli Saly tadi nampak jelas. Paduan baju berwarna pink soft seoaha, serta lejing hitam tiga per empat, cardigan merah maroon, dan high heels bertumit tiga sentimeter sukses membuat perempuan tomboy itu tampak beda dan lebih feminim tanpa riasan make up. Hanya lip bam pink yang tersedia di tas jinjingnya. “Bantu aku, ya?” tanyanya.

Lihat selengkapnya