Setahun berlalu.
Preti benar-benar tak lagi menerima komunikasi dengan Samy, Saly dan Liau. Posisi yang baru diterimanya di kantor membuat kepuasan tak bernilai. Ia tetap merasa sepi tanpa Syena yang juga memutuskan untuk kuliah di luar negeri. Membangun mimpi dan memorynya di sana, setelah kecewa Samy menyatakn cinta padanya tapi menikahi perempuan lain yang telah mengandung anaknya di luar nikah. Dia lebih parah dari Liau yang hanya bermain wanita tapi tak merusaknya sampai bunting.
Ibu Preti juga nyerah pada percintaan Putrinya yang terlalu rumit untuk diselesaikan, dan terlalu sulit untuk dipahami. Bahkan jawaban ibu Preti lebih bijaksana saat ditanyai tetangga perihal Preti yang masih menjomblo. Ia tak lagi menyalah-nyalahkan Preti seperti ibu-ibu tetangganya kebanyakan.
“Congratulation dear! I’m so happy for you.” Ucapan selamat yang di dapatnya lewat video whatsapp, sudah cukup mengobati kerinduannya pada Syena yang diakuinya sudah lebih garang dengan rambut cola yang dipotong sebahu.
“Kapan pulang?” tanyanya setelah viedocallnya diangkat Syena.
“Maybe Thursday, wait me. I will tell you something importan.t”
“Oke.” Preti menutup teleponnya. Mengambil nafas panjang sembari mengggerak-gerakkan kursi kantor di ruangan barunya yang bernuansa abu rokok. Berhenti di jendela kaca yang sengaja dibukanya, diambilnya satu batang rokok dan mematikan AC sebelum mengisapnya. Bayangan wajah Saly menghantui lagi. Dan buru-buru disibukkan dirinya sendiri. Cara ampuh selama setahun yang hampir meremukkan badannya efek bekerja hampir 24 jam.
OB janda seksi di kantornya akhirnya tersenyum setiap kali menghantarkan kopi merk yang sama seperti milik Pak Limbong. Dan selalu saja dimintanya rokok Preti sebatang saat disuruh melakukan sesuatu. Semenjak itu, Preti memanggilnya, ‘OB parasit’.
“Kurangi dong minum kopinya, Bu Preti. Porsi ibu udah lebih banyak dari Pak Limbong. Nanti habis, aku juga yang kenak sembur.” OB parasit itu mengeluh
“Itu tugasmu ‘kan? Kau cocok mengatasinya,” Preti menyodorkan dua batang rokok padanya. Sekeras-kerasnya perempuan itu merokok, lebih keras lagi minum kopi bahkan sampai perutnya beberapa kali bermasalah.
OB parasit itu menunjukkan pintu ruangan Preti yang sengaja ditutup menghindari transaksi rokok mereka tertangkap paparazi. “Ada seseorang mencarimu. Kupersilahkan masuk?” tanyanya.
Preti mengangguk.
“Surprise!!” Syena nongol dengan sweeter dan sepatu boot cokelatnya di pintu.
“Astaga Syena?” melonjak kegirangan nyaris lompat dari kursinya. Dipeluknya erat Syena sampai lehernya hampir tercekik karena syal yang masih dibuka. “Kau bilang kamis depan?”
“Namanya juga surprise.” Ia melepaskan pelukan erat Preti setengah memaksa. “Gerah!” dilepasnya syal sambil menatap AC yang mati. Matanya menangkap beberapa abu rokok berserak di sekitar tong sampah. “Kau belum berhenti merokok?”
“Tenang, hanya sedikit.” Jawabnya cepat sembari melangkah menghidupkan AC dan menutup jendela. “Jadi hal penting apa yang mau kau ceritakan? Mau nikah? Udah selesai S-dua, kembali ke Indonesia? Hayolah, jangan lama kali ngomongnya.”
Ekpresi Syena mulai berubah. Diambilnya ponsel dan dikasih lihatnya pada Preti. “Kau lihat dulu?”
Foto rumah sakit yang jelas tertera nama rumah sakitnya membuat Preti syok, “Kau sakit?”