Di bulan-bulan di akhir semester ganjil di tahun 2018 kelas gue mulai sering didatangi guru-guru BK. Tidak jarang 1- 2 kali dalam sehari mereka silih berganti masuk ke ruang kelas gue mengambil sedikit waktu KBM beberapa guru yang sedang mengajar di kelas. Semakin lama frekuensinya semakin sering. Atmosfer sekolah, setidaknya untuk anak kelas gue, berubah, menjadi lebih tegang. lebih panik.
Saat itu adalah tahun terakhir gue dan teman-teman gue di SMA. Suatu fase indah dalam kehidupan yang mau tidak mau harus kita semua sudahi. Tapi, inilah hidup. Ada yang pergi dan ada yang datang. Meski terasa sulit, pada nyatanya, percayalah itu yang terbaik.
Waktu terus berjalan. Guru BK semakin sering mendatangi kelas. Masih banyak teman-teman gue yang belum tahu mau melanjutkan studi kemana setelah SMA nanti. Sedangkan gue, beruntungnya sudah tahu harus kemana. Ya, Universitas Indonesia. Hanya saja ada satu hal yang terus menghantui pikiran gue, tentang keberuntungan. Ini adalah suatu hal yang besar, bukan lagi kompetisi antar siswa di kelas atau sekolah, tetapi lebih luas lagi, yaitu se-Indonesia. Semua orang ingin memenangkannya.
Awal semester genap sudah dimulai. Pihak sekolah mengumumkan bahwa pada tanggal 7 Januari 2019 akan diumumkan siswa-siswi kelas 12 yang berhak ikut tes SNMPTN. Hari pengumuman tiba. Bukan suatu hal yang mengagetkan jika gue masuk ke dalam daftar tersebut. Riwayat akademis gue selama 2,5 tahun di SMA lebih dari cukup untuk menjadi alasan terdaftarnya gue di sana.
SNMPTN merupakan salah satu jalur masuk PTN yang hanya bermodalkan nilai rapor dan piagam-piagam penghargaan yang didapat selama 2,5 tahun di SMA. Sederhananya, jalur ini adalah yang termudah dibanding jalur masuk PTN yang lain.
Dengan latar belakang gue yang tidak memiliki histori perjuangan dalam mencapai suatu hal yang diidamkan banyak orang, gue berharap keinginan gue untuk merasakan makna perjuangan yang sebenarnya tidak diberi Tuhan saat itu juga. Gue belum siap untuk menghadapi kenyataan kalau nanti harus bertempur di jalur SBMPTN atau bahkan, pahit-pahitnya, jalur mandiri. Kuliah merupakan suatu barang mahal yang diperebutkan banyak orang. Dan sekali lagi, gue belum punya modal pengalaman berusaha keras yang banyak untuk bertempur di sana.
Berlawanan dengan yang gue inginkan, setiap harinya, firasat bahwa momen masuk kuliah akan menjadi sebuah perjalanan yang sulit semakin besar. Perasaan gue bercampur aduk. Perasaan takut dan semangat menghadapi tantangan selalu menaungi gue hampir setiap hari. Gue merasa bisa berkompromi jika nanti harus bersusah-payah untuk mendapat UI di siang hari, tapi seketika berubah menjadi rasa cemas di malam hari.
Saatnya pengisian pilihan jurusan untuk SNMPTN buat kelas gue. Orang-orang terdaftar dari kelas gue memasuki ruang komputer. Di sana sudah ada 4 guru yang akan membimbing kami mengisi laman pendaftaran SNMPTN dari awal sampai akhir. Sebelum kami mengisi, dengan penuh kehati-hatian dan kesabaran, salah satu guru berbicara di depan kami memberi beberapa macam arahan agar kami tidak salah langkah mengisi data-data di komputer nanti.
Jam terus bergerak mendekati jadwal pengisian data SNMPTN. Satu ruangan hening. Beberapa bisikan sayup-sayup terdengar dari dua orang yang saling berbisik menanyakan program studi apa yang masing-masing nanti akan ambil. Suasana sedikit tegang, padahal sebelumnya kami lumayan sering melakukan uji coba pengisian data SNMPTN.
13.00. Waktu pengisian dibuka.
Gue dan teman-teman gue segera memasukkan username dan password masing-masing. Dari ujung sana teman gue teriak.