Kata Umak, Perempuan Tak Boleh Guna Perhiasan

Goebahan R
Chapter #22

Epilog

Aku masih menunggui di dermaga saat satu per satu orang telah pulang. Tinggal beberapa orang bersama tim pencarian yang tersisa.

Hari telah gelap, seolah segala harapan telah lenyap ditelan malam.

Di langit bertabur bintang, bulan bersinar terang. Sungguh keadaan yang sangat bertolak-belakang, sebagaimana keadaanku sekarang. Aku sedang membayangkan Zul yang terbaring di dasar lautan, kedinginan dan kelaparan. Tak bisa kubayangkan betapa sunyi dunianya saat ini. Atau, mungkinkah ia telah tenang di sana?

Tetapi, aku tak ingin berhenti berharap. Padanya kugantungkan segala harap sejak aku memutuskan untuk kembali pulang. Dialah yang menunjukkanku jalan ini, tak seharusnya ia pergi meninggalkanku begitu saja. Ia telah berjanji, bahwa hidupku akan lebih baik di sini bersama Umak dan Zulham, juga bersamanya.

Saat mataku menatap air laut yang gelap dan bergemericik, tiba-tiba saja hatiku tergerak untuk menatap ke ujung dermaga. Di sana, aku melihat Ogut berdiri di ujung. Ia tersenyum padaku, melambaikan tangan ke arahku. Aku tak mengerti maksud dari senyum dan lambaian tangannya, juga alasan atas tingkahnya itu. Sejak dulu ia memang tidak pernah berbicara, sebagaimana kata orang-orang ia telah dikutuk hantu laut. Namun aku selalu percaya, hadirnya di bumi ini selalu membawa alasan.

Senyum dan lambaian tangan Ogut tak berhenti. Hingga kubalas lambaian tangannya. Tangannya lantas turun, lalu ia mengangguk padaku, seolah memberi isyarat. Aku melihatnya tersenyum untuk terakhir kalinya, sebelum akhirnya ia melompat ke laut.

Sontak mulutku berteriak, meminta pertolongan kepada orang-orang yang masih tinggal di dermaga.

“Ogut lompat ke laut. Ogut melompat!” Aku berteriak.

Orang-orang mengikuti arah tanganku. Mereka ikut melompat ke laut, berusaha menolong orang yang kumaksud. Namun, mereka tak menemukan apapun selain ketenangan laut gelap. Mereka bersumpah tak ada apapun di sana, sebagaimana aku bersumpah bahwa melihat lelaki itu terjun ke laut dengan mata kepalaku sendiri.

Aku dan orang-orang di sana saling mengadu sumpah, sampai Datuk Aswandi menengahi kami. Aku diminta pulang, sementara orang-orang melanjutkan pencarian.

***

“Zul dah jumpa! Zul dah jumpa!”

Hari masihlah gelap. Adzan Subuh bahkan belum berkumandang. Orang-orang berlarian dari dermaga memberi kabar.

Lihat selengkapnya