Matahari pagi menyinari gedung SMP Negeri 1 Klangenan dengan hangat, namun di dalam kelas 9A, suasana hati Rosi terasa beku. Ia duduk di meja paling belakang di kelasnya, menatap muram dan tidak ceria seperti hari-hari biasanya ketika teman-temannya tampak penuh semangat membahas acara perpisahan di sekolah nya yang makin mendekat. Rosi bukan hanya merasa bingung dari keramaian mereka, tetapi juga terperangkap dalam pikirannya sendiri yang dipenuhi berbagai kata yang tak pernah terungkapkan.
Rosi adalah tipe orang ceria dan penuh semangat. Ia memang memiliki banyak teman, tetapi susah sekali bisa berbagi rahasia terdalamnya. Yang terpenting, Rosi menyimpan rasa suka yang dalam kepada teman satu kelasnya yang bernama Wulan, teman sekelasnya yang cantik dan cerdas. Banyak yang mengagumi Wulan, dan Rosi merasa terjebak dalam bayang-bayang ketidakpastian itu. Setiap kali berpapasan dengan Wulan, jantungnya Rosi berdebar kencang, tetapi lidahnya seolah tak mau bergerak dan berkata, dan membiarkan perasaan itu mengendap dalam benak fikiranya sendiri.
Saat pelajaran Bahasa Indonesia dimulai, guru mereka, Bu Rosa, memberikan tugas membuat surat untuk seseorang yang sangat berarti di dalam kehidupannya. Rosi merasa panik. Dalam pikirannya, surat itu akan menjadi jembatan bagi rasa yang selama ini ia pendam sendiri. Namun, adakah keberanian dalam dirinya untuk menuliskan kata-kata atau memilih berdiam sendiri untuk memendam perasaannya itu? Bu Rosa memberi batas waktu satu minggu, dan Rosi tahu bahwa bakat menulisnya tak sebanding dengan emosinya yang membara bara.