Katalis

Aisyah A
Chapter #14

Nightmare

- Marina POV -

Untuk sekumpulan manusia yang disebut ‘keluarga’. Pesan untuk dua orang yang dipanggil orang tua. Kalian sudah cukup dewasa untuk mengerti kami, sebagai anak kalian. Kami membutuhkan kalian, kami tidak bisa berjalan sendrian. Karena nantinya, saat kami salah arah, kalian malah menyalahkan kami.

Aneh, bukan?

Untuk diriku yang sama sekali tidak aku mengerti. Semuanya terasa menyakitkan. Tiba-tiba berubah menjadi kosong. Seperti hidup, memiliki raga dan nyawa, tapi tak berjiwa.

Apa yang kamu inginkan?

Kebahagiaan?

Kebersamaan?

Senyuman?

Dan, rumah?

***

Aku mengurung diriku di dalam kamar, menangis sendirian. Aku mengeluarkan segala perasaan yang selama ini membuat dadaku sesak.

Bukan. Aku bukannya ingin menyakiti mama. Apakah itu yang kalian pikirkan tentangku sekarang?

Tidak!

Tidak sama sekali!

Apakah yang selama ini aku lakukan untuk mama bukanlah sebuah dukungan? Aku sering melihatnya menangis sendirian. Aku memeluknya, aku berusaha seceria mungkin selama bersama mama. Aku selalu berusaha menjadi anak baik seperti apa yang mama inginkan. Selalu.

Di saat aku sendiri, tidak tahu apa gunanya aku pergi ke sekolah? Apa gunanya aku belajar fisika? Toh, kecepatan cahaya diukur pakai alat, kan? Atau, mungkin sejarah yang bahkan terjadi saat aku belum lahir? Apakah aku harus mengenangnya? Sebagai apa?

Sebagai syarat untuk mendapatkan ijazah.

Apakah hanya itu? Ya.

Namun, semuanya berubah ketika pemuda dengan lesung pipi itu datang, aku mulai bersyukur bisa hidup sampai saat ini.

Bukannya aku egois ingin dimengerti, aku hanya ingin mama tahu yang sebenarnya, bukan hanya dia yang sedih, bukan hanya dia yang terluka selama hampir empat tahun ini.

Well, apa yang bisa diharapkan dari gadis remaja sepertiku? Yang berusaha baik-baik saja, padahal hatinya sudah rapuh bertahun-tahun.

Aku yang sudah menahan semuanya seorang diri, seolah semuanya akan baik-baik saja, suatu hari nanti.

Namun, semakin bertambahnya usia, aku semakin mengerti. Jika semua yang terjadi tidak semudah yang aku bayangkan. Dan, keluargaku tak seperti dulu lagi.

Aku tak pernah menyalahkan Tuhan. Sungguh. Aku hanya selalu bertanya kepada Tuhan, kapan semuanya akan kembali?

Lihat selengkapnya