Katalis

Aisyah A
Chapter #29

After Let You Go

- Andrew POV -

Dua setengah tahun yang lalu.

“Lo ke mana aja seharian? Lo nggak berniat buat mengakhiri nyawa lo, kan? Lo balik lagi ke kampus kan besok?” Suara kak Andreas terdengar kencang dari earphone yang bertengger di kedua telingaku.

“Hmm.... Tenang aja, abis ini gue pulang. Nggak bakal kabur atau mati,” ujarku. Aku menyandarkan kepalaku di dalam kursi kemudi Audi A6 yang kukendarai, dan terparkir di depan rumah Nana. Tidak berbuat apa-apa, hanya ingin melihat dia sebentar saja.

“Oke, gue siapin passport lo, besok kita langsung berangkat ke Singapur,” ujar kak Andreas.

“Oke. Thank’s, kak,” jawabku kemudian mematikan sambungan telepon kami.

Setiap bulan, aku selalu pulang dan melakukan hal yang sama. Dan, ini sudah ke delapan kalinya aku melakukan hal yang sama. Aku ingin melihat sosoknya, namun yang aku lihat justru sosok Nana sedang menangis di balkon kamarnya. Terlihat sangat sedih, begitu pun denganku. Perpisahan kami teramat sangat menyakitkan.

Sebenarnya, aku tidak tahu apa yang ada di dalam pikiranku hingga memutuskan untuk berpisah dengannya. Aku terlalu pengecut untuk kembali memperjuangkan dia, terlalu merasa rendah diri, dan terlalu lemah. Yang aku tahu, dia adalah sosok di mana aku bisa menumpahkan segala rasa yang aku punya; rasa kesal, marah, sedih, bahagia, semuanya ada pada dirinya. Dia selalu memberikan senyuman terhangatnya untukku. Membuatku merasa nyaman.

Jika bisa memilih untuk bersama, tentu saja aku memilih untuk mempertahankan apa yang membuatku bahagia. Dan, saat aku melihatnya serapuh ini, rasanya aku ingin menghukum diriku sendiri.

Andrew bodoh!

Entah kata apa yang pantas disematkan untukku yang telah membuat hati seorang Marina Dwi Prasetya menjadi berkeping-keping seperti sekarang.

Tiba-tiba sosok Nana masuk ke dalam kamarnya. Sekarang sudah malam, pasti dia capek. Aku mungkin terlihat seperti stalker yang menguntit kegiatannya seharian ini; kuliah dan bekerja part time menjadi penyanyi kafe dekat kampusnya. Aku hanya ingin memastikan bahwa dirinya baik-baik saja.

Sebuah mobil terparkir di depanku, memperlihatkan sosok laki-laki yang langsung memasuki halaman rumah Nana. Dia disambut oleh kak Mario dengan sangat ramah. Mungkin saudaranya. Namun beberapa detik kemudian, aku menegang seketika, saat melihat laki-laki itu memeluk Nana dengan erat. Apa ini? Apakah memang secepat ini Nana melupakanku? Ternyata seperti ini sakitnya, rasanya aku tidak sanggup, rasanya jantung ini mau meledak saking sakitnya.

Ah, shit!

Seharusnya aku sadar jika hari ini pasti akan tiba. Hari di mana masa lalu hanya ada di belakang, bukan di masa depan.

***

Semester tiga di National University of Singapore.

Aku memasuki starbucks dekat kampus untuk bertemu seorang kakak tingkat, salah satu asisten dosen, untuk membahas perihal materi praktikum minggu ini. Dosenku hanya memberikan beberapa ciri dan namanya, yaitu Iris Valerie.

Aku memerhatikan satu per satu wanita yang duduk sendirian. Tak berlangsung lama, aku menemukan sosok cantik yang duduk di samping jendela dengan laptop yang terbuka di hadapannya.

Lihat selengkapnya