- Marina POV -
Aku turun dari panggung dan seorang laki-laki tinggi dengan kacamata bulat bertengger di hidungnya. Dia sudah menungguku di bawah panggung. Bibirnya mengulas senyum dan tangannya menyodorkan sebuket bunga ke arahku.
“Calvin!" seruku, kemudian aku menerima buket bunga tersebut dengan sukacita. Aku menatap rangkaian cantik bunga yang berisi bunga Hidragea hijau dan bunga Asher berwarna putih.
Aku kembali mendongak ke arahnya, dia memandangiku dengan ekspresi puas. Sepertinya dia senang dengan ekspresi senang di wajahku. “Kamu nggak sekolah?” tanyaku sembari menghirup aroma bunga pemberian Calvin dalam-dalam.
“Calvin kan udah liburan semester, kak,” ujarnya sembari tersenyum manis ke arahku. Dia paling tahu apa yang membuat gadis-gadis jatuh cinta padanya, yaitu senyumnya yang manis. Jangan tanyakan lebih manis mana, Andrew atau Calvin? Karena aku pun tak tahu.
Calvin. Adik Cindy ini sudah masuk SMA. And, see? Dia bahkan bersikap seperti orang dewasa dengan memberikan bunga padaku. Ah, mungkin orang-orang di sini tidak akan ada yang tahu kalau bocah ini masih SMA, fashionnya tidak main-main soalnya.
“Makasih ya bunganya,” ujarku tulus.
“Sama-sama kak, kalau Calvin kasih hati Calvin ke kak Ina, diterima juga nggak, kak?” tanyanya menggoda.
Aku terkekeh seketika mendengar ucapan Calvin.
“Ngimpi!” seru Andrew yang sedang berjalan dari arah belakang.
Calvin menoleh ke arah Andrew dan memelototinya sesaat, sebelum kembali menatapku dan tersenyum. “Kak Ina keren banget! Pokoknya kalo nanti kakak bikin fansclub, Calvin akan jadi fans kak Ina number one,” ujarnya semangat. Aku tertawa karenanya.
Aku mengedarkan pandang ke arah sekitar, mencari keberadaan sosok kak Ryan. Sepertinya masih belum datang. Sejak kapan kak Ryan mengingkari janji?
Aku membuka ponselku dan mendapatkan satu pesan dari kak Ryan.
Kak Ryan: Aku masih nggak enak badan, Dek. Maaf nggak bisa datang di acara kamu.
Me: Nggak apa-apa, kak. Semoga cepat sembuh.
Aku tersenyum tipis. Kamu tidak boleh berpikiran negatif, Ina. Kak Ryan benar-benar sedang sakit.
Ah, tapi aku tetap harus bersyukur, ada yang perhatikan. Calvin contohnya, kini dia menyodorkan minuman dingin untukku. Ya, bagaimana anak gadis tidak terbawa perasaan sama Calvin, kalau dia bersikap manis seperti ini? Tapi, itu tidak berlaku untukku. Di mataku, Calvin hanyalah adik manis yang lucu.
“Lo dicariin Cindy,” seru Andrew yang sudah berdiri di samping kami.
Calvin mendengus. “Ye, orang kak Cindy lagi sibuk tuh jaga stand, kak Andrew kali yang dicariin sama kak Iris,” cibir Calvin.