- Marina POV -
"Sepertinya saya menyita banyak waktu kalian. Saya dan istri saya harus menemui tamu yang lain dulu. Silakan menikmati pestanya." Aku dan Andrew menatap kepergian kedua orang tersebut. Sedangkan, Iris masih berdiri di tempatnya. Matanya memandangiku dan Andrew secara bergantian.
"Bukankah kemarin kita sepakat untuk tidak menyinggung kembali masalah itu?" ujar Iris dengan memandang Andrew lekat-lekat.
"Aku hanya mengatakan apa yang ada di pikiranku, apa itu salah?" tanya Andrew, wajahnya terlihat datar. Iris menghela napasnya, kemudian mengalihkan perhatiannya ke arah lain sebelum akhirnya pergi meninggalkan kami berdua.
Aku menghela napasku pelan, suasana kembali mencair setelah kepergian ketiganya. Andrew menyentuh pundakku, membuatku menoleh ke arahnya. "Yuk, Na," ajaknya.
Aku mengerutkan dahiku. "Ke mana?"
"Pulang. Kaki kamu pasti udah lemes banget, kan?" ujarnya yang membuatku meringis seketika. Dia sangat pengertian. Bayangkan jika kalian memakai heels tujuh senti dan berada dalam suasana yang tegang seperti tadi. Sumpah, sangat tidak enak.
Andrew melepaskan jas yang dia pakai, kemudian menyampirkannnya di bahuku dan menuntunku berjalan ke arah pintu keluar.
"Ngapain dilepas, Ndrew? Emangnya kamu nggak malu jalan pakai vest doang kayak gitu?" protesku yang membuatnya menghentikan langkahnya, kemudian membenarkan letak jas untuk menutupi bahuhu dengan sempurna.
"Aku tahu kamu kedinginan dari tadi, dan aku juga nggak suka orang-orang di sini dapet rejeki ngelihatin your sexy shoulder and back." Aku tak bisa menahan senyum mendengar ucapan Andrew. Ah, aku lupa menerangkan jika gaun yang aku pakai memang terbuka di bagian bahu dan punggung. Itulah yang membuatku merasakan hawa dingin dengan sangat mudah. "Let's go," ujarnya lagi sembari menggenggam jemariku melangkah keluar ballroom.
Sesampainya di apartemen, Andrew langsung merebahkan tubuhnya di sofa bed dan menghela napasnya panjang. Tangannya bergerak membuka vest yang dia kenakan beserta dua kancing teratas kemejanya. "Maaf ya, Na," ujarnya padaku yang sedang meletakkan satu gelas air mineral di meja samping Andrew. Dia langsung mengambil gelas tersebut dan meminumnya hingga tandas.
"Why?" tanyaku lembut, kemudian mengambil tempat duduk di sampingnya.
"Karena bawa kamu ke situasi yang nggak enak kayak tadi," ujarnya lirih.
Aku merapikan rambutnya yang berantakan. "Nggak masalah, Ndrew. Aku malah jadi sadar kalo seorang Andrew emang paling bisa menguasai dirinya di saat yang tepat kayak tadi. Well, meski aku nggak tahu masalahnya, tapi di mataku kamu memiliki self control yang sangat baik," ujarku.
"Aku hampir aja kelepasan, tapi pas aku lihat ke arah kamu, dan kamu menjawab pertanyaanku dengan sungguh-sungguh. Kamu benar-benar bisa bikin aku tenang, seolah kamu bilang bahwa semuanya akan baik-baik saja, dan aku nggak bisa mengelak karena saat itu juga aku tidak bisa berkata-kata saking senangnya," ujarnya.