Katalis

Aisyah A
Chapter #58

Same Feeling

- Marina POV -

"Minum dulu, Na." Aku mengangkat wajah, menerima satu cup ice chocolate dengan tangan yang bergetar. Aku tidak tahu sudah berapa kali aku membiarkan beberapa tiket yang telah aku beli hangus. Sejak Andrew melepaskan pelukanku, datanglah Cindy dan Andreas yang mengantarku ke bandara.

"Cindy harus apa biar kak Ina berhenti nangisnya?" ujar Cindy sembari mengelus punggungku pelan. Aku menenggelamkan kepalaku di bahunya sejak tadi, tanpa berniat beranjak sedikit pun.

"Kalau gue nggak lihat gimana kondisi Andrew yang parahnya sama kayak lo sekarang, gue mungkin udah menghajar dia karena udah bikin lo kayak gini." Andreas menghela napasnya.

Aku menatap ke arah Andreas. "Andrew..." Suaraku bahkan tercekat saat menggumamkan namanya.

"Ada mami, lo tenang aja." Andreas paham hal yang ingin aku tanyakan, membuatku mengangguk pelan.

"Gue yang salah, Yas. Gue yang minta break. Padahal dia minta gue untuk nggak pergi, tapi..." Aku mengambil tisu dari pangkuan Cindy, entah tisu ke berapa. Aku mencoba menahan sesak ini, meskipun sulit.

"Lo nggak salah, Na, wajar lo memilih untuk break di saat kalian berdua sama-sama masih bertanya-tanya apa yang salah sebenarnya dari hubungan kalian. Lo nggak perlu cerita, Na, gue sama Cindy udah tahu semuanya," ujar Andreas hati-hati. "Sorry, kalo gue nutupin semuanya dari lo. Karena menurut gue, Andrew lebih berhak untuk menceritakan segalanya." Andreas menatapku selama beberapa saat, tatapan yang terlihat tenang, kemudian menghela napasnya. "Gue nggak minta lo maafin Andrew. Gue tahu kalo dia jelas-jelas salah karena merahasiakan semuanya dari lo. Gue paham lo pasti kecewa sama dia."

Andreas mengusap kepalaku. "You need to calm down by your self, begitu pun dengan Andrew."

Tangisku semakin terdengar kencang. Entah apa sebenarnya yang aku lakukan, apa yang aku pikirkan. Bahkan, baru beberapa jam aku tak melihatnya, aku sudah merindukannya. Dan, perasaan menyiksa ini kembali hadir dalam hidupku yang tadinya terasa hampir sempurna. And then, my world has just collapsed, this time.

***

Sudah dua hari ini aku memilih meringkuk di kamarku. Childish, right? Iya, aku mengakuinya. Bahkan, beberapa kali mama harus keluar masuk kamarku dalam sehari, hanya untuk mengecek suhu tubuhku yang naik semenjak kepulanganku dari Singapura.

Ah, nyatanya semua itu membuat mama khawatir, dan sepertinya mama sudah tahu bagaimana situasinya. Karena tanpa menanyakan keadaanku, saat aku tiba di rumah, mama langsung memelukku begitu erat. Membuatku langsung menumpahkan segalanya dalam rengkuhan mama.

Banyak hal yang terkadang memang tak sesuai dengan rencana. Termasuk kepulanganku yang seharusnya membawa kebahagiaan, namun kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya. Kalau demam, aku tidak bisa diam, dan hal itu hanya diketahui oleh mama. Dan ... Oh, shit! Hanya dengan mengingat namanya saja berhasil membuatku ingin menangis. Perasaan sakit dan bersalah yang aku harap segera menghilang, namun yang terjadi rasanya justru semakin terasa sakit.

Aku merindukannya. Sangat. Meski aku yang meminta kami untuk break, kenyataan dalam diriku berharap jika Andrew terlebih dahulu doing first move, meskipun itu hanya sekadar menghubungiku. Tapi yang terjadi untuk dua hari ini, tak ada satu pun pesan atau panggilan darinya yang masuk ke ponselku. Namun, aku masih setia mengharapkan hal itu terjadi. Ya, karena sebesar itu pengaruh Andrew dalam hidupku.

Lihat selengkapnya