BERSAMAAN dengan sambungan teleponku dengan Ello di London terputus, ketukan di pintu ruang kerjaku terdengar yang dilanjutkan dengan munculnya kepala si Mini Harsya di sela-sela pintu.
Dia tersenyum menggoda sebelum berkata, “Mbak Anya, ada Mas Hesta di luar.”
Sontak senyum Harsya merambat padaku. Meski kuakui hanya sedikit sih. Pasalnya kabar yang dibawa Ello terlalu berpengaruh padaku.
Aku segera menarik laci meja saat pintu kembali tertutup, mengambil bedakku untuk merapikan make-up yang mungkin sedikit berantakan. Lalu, mengangkat pantat dari kursi ternyaman, meninggalkan ruangan.
Seperti kata Harsya, Hesta ada di sini. Yap, Hesta seseorang yang kuyakini sebagai belahan jiwaku itu duduk di meja paling dekat pintu ruanganku. Meja favorit, katanya. Dia tersenyum membuat kedua matanya menyipit diikuti lekuk kecil di pipi bagian atas tepat di bawah matanya.
Aku memberi perintah pada Harsya melalui gerakan mata yang langsung dimengerti si mungil itu sebelum mendekati meja Hesta.
“Hai, Bapak Pengacara, bagaimana hari Anda?” sapaku padanya begitu pantatku melekat di kursi dekat Hesta.
“Sangat baik, terutama setelah bertemu Ibu Hemma Prahasta yang cantik jelita,” katanya yang langsung menimbulkan rona merah di pipiku.
“Masih sebulan lagi supaya nama kamu benar-benar aku sandang,” kataku mengingatkan.
“Tapi, serius, muka kamu jadi tambah bersinar kalau aku panggil ‘Ibu Hemma Prahasta’.”
Aku cemberut. “Bilang aja namaku jelek, jadi kamu lebih suka panggil namamu daripada namaku sendiri,” sungutku dengan kedua tangan bertekuk di depan dada.
Tahu aku mengambek, dia segera mendekatiku. “Enggak. Nggak gitu, Sayang. Tapi, coba deh, aku panggil Pra. Sama aja kan? Namaku juga ber-Pra, ingat?”
Kalau dipikir lagi memang iya.
“Lagian mana ada perempuan lain yang namanya seindah nama kamu. Pradnya Buana Ambarawati. Dengar namanya saja sudah menggetarkan, apalagi kalau benar-benar bertemu si Cantik Pra. Bisa benar-benar jantungan karena saking terpukaunya dengan kecantikan kembaran Taylor Swift.” Dicoleknya daguku membuatku ikut tersenyum.
“Bilang aja, kamu lagi ngerayu!”
“Iya, dong, biar calon istriku makin berseri-seri. Makin cantik.”