Katastrofe

Him
Chapter #5

+ 0.04

“KALAU boleh jujur sebenarnya aku menduga Ello nggak pernah ingin pernikahan ini terjadi.”

Serta-merta mataku membelalak kaget mendengar penuturan Hesta barusan.

 Ello? Mana mungkin cowok itu tidak ingin pernikahan ini terjadi? Ello loh.

“Kok kamu ngomong gitu?” tanyaku tak percaya.

Hesta yang duduk di depanku itu meletakkan sepasang sendok sebelum menatapku. “Pra, aku cuma pengin jujur soal apa yang kurasakan selama ini. Ello memang nggak pernah suka sama aku. Kita nggak pernah ngehabisin waktu untuk duduk berdua sebagai kakak-adik―”

“Itu karena Ello ada di London. Dia hidup di sana. Kariernya ada di sana,” serobotku memberi pengertian.

Hesta lantas menyugar rambutnya. “Oke, coba deh, kamu pikir. Sejak kita bareng, Ello makin jarang pulang ke Indonesia. Dan setelah kamu kasih kabar kalau kita akan nikah, dia jarang nelepon kamu kan?”

Astaga! Aku tidak menyangka kalau Hesta bisa berpikiran seperti ini.

“Hesta, Ello jarang pulang karena dia masuk biro arsitek besar yang nggak cuma menanggani pembangunan di London, tapi di seluruh dunia. Dia jarang meneleponku karena dia butuh konsentrasi penuh di setiap gedung yang gambar. Kamu tahu sendiri kan konsentrasi Ello mudah pecah.”

Helaan napas panjang Hesta terdengar cukup keras. “Kamu nggak pernah berpikir kenapa dia nggak bisa menghadiri pernikahan kita?”

Astaga, Hesta! “Selain kamu menuduh Ello nggak merestui hubungan kita, kamu juga menuduh kalau dia berbohong soal pekerjaannya yang nggak bisa ditinggal?”

“Pra, aku tahu Ello berharga buat kamu, begitu pun sebaliknya. Kalau dia benar-benar bahagia‒soal pernikahan ini, harusnya dia menyisihkan waktu buat pendamping kamu―”

“Jadi, kamu mau bilang kalau aku nggak ikut bahagia atas wisuda Ello karena aku nggak bisa mendampingi dia?” potongku lagi. “Hesta, please! Aku benaran berharap Ello datang ke pernikahan kita. Cuma dia yang aku punya, tapi aku nggak ingin terlalu egois soal ini. Ello nggak bisa datang karena pekerjaannya. Harusnya kamu ngasih dukungan ke aku bukannya malah berargumen nggak jelas kayak gini.”

Dengan rahang mengeras dan alis bertaut, Hesta berujar, “Nggak jelas? Apanya yang nggak jelas? Jelas-jelas Ello nggak pernah suka sama aku. Itu bukan cuma pemikiranku aja, Pra. Dari tingkah laku Ello setiap kita ketemu, aku bisa lihat dari sana. Dia nggak pernah sedikit pun menyukai―”

Lihat selengkapnya