KAU, AKU DAN GELORA REVOLUSI

Akhmad Faizal Reza
Chapter #25

Bab 23 Kuliah Terakhir

Bab 23

Kuliah Terakhir

“Taufan, Fan...”

“Hari ini hari terakhir Bapak menyampaikan kuliah,” ucap Pak Cipto

“Setiap pertemuan, tentu ada perpisahan” tambahnya

“Tentu, semoga kita akan ketemu di lain waktu dan tempat,”

“Aku tidak bisa berkata-kata Pak. Tapi, aku pun tahu, dari pelajaran yang selama ini aku terima darimu. Itu berada di luar kendaliku. Aku tak bisa tetap menahanmu berada di sampingku” ucap Taufan.

“Tapi, satu hal, aku akan memegang dan mengingat ajaranmu,” ucap Taufan.

“Baiklah, aku tak perlu berpanjang lebar lagi. Sampailah kita di bab terakhir atau penutup pertemuan kita. Apakah kamu memahami apa yang kukatakan selama ini Fan ? Syukurlah kalau iya.”

“Tapi, tentu saja semuanya terserah kamu, apakah akan melemparkan pelajaran ini setelahnyah atau mengambil manfaat darinya. Bagi aku pribadi, misiku sudah selesai. Membagikan sejumput pengetahuan lewat “kata-kata” orang yang telah mencatatkan dirinya dalam sejarah. Atau bisa jadi, aku hanya menjadi “penyambung lidah” dari tokoh-tokoh yang telah aku kisahkan kepadamu.”

“Mereka -para tokoh yang aku kutip kata-katanya- tentu bukan malaikat. Sebagian dari mereka kontroversial. Cacian dan pujian sudah dilayangkan, bahkan ketika mereka sudah berada di alam lain (dan mungkin mereka sudah tidak peduli lagi). Tetapi mereka telah menjalani hidupnya, apapun pendapat orang tentang mereka. Dan kita yang masih tinggal di bumi biru ini hanya bisa mengambil pelajaran dari hidup mereka. Mengambil dan meresonansi “kata-kata”mereka.”

“Lalu, apa yang bisa kita simpulkan dari pertemuan-pertemuan kita ini ? Seperti juga, bab penutup biasanya diisi oleh semacam rangkuman, maka, seperti itu juga dengan pertemuan terakhir kita ini. Maka perkenankanlah, aku akan sedikit merangkumnya.”

Pertama, kekecewaan dan penderitaan tak terhindarkan.

“Musibah terasa paling berat bagi mereka yang hanya mengharapkan keberuntungan.”

Seneca

“Intinya, kita akan dipatahkan, dibanting, dihancurkan, dipecahkan diremehkan, diejek, dihina, ditertawakan, diabaikan, dan semua kotoran di dunia ini dilemparkan ke tubuh kita, ke muka atau wajah kita. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana kita merespon ini semua ?  

“Bagi aku pribadi, kata-kata mereka –para tokoh yang disebutkan dalam pertemuan kita- adalah obat mujarab yang dapat membantuku bangkit setiap aku jatuh. Dan mudah-mudahan, kamu pun mendapatkan manfaat yang sama.”

“Yang mesti disadari dari awal adalah bahwa kehidupan kita yang singkat di dunia ini memang banyak mengandung tawa dan cucuran air mata. Begitulah pada setiap masanya, seperti dikatakan Psikolog, Carl Jung,

“The sad truth is that man's real life consists of a complex of inexorable opposites—day and night, birth and death, happiness and misery, good and evil. We are not even sure that one will prevail against the other, that good will overcome evil, or joy defeat pain. Life is a battleground. It always has been and always will be; and if it were not so, existence would come to an end.”

“Kebenaran yang menyedihkan adalah bahwa kehidupan manusia yang sebenarnya terdiri dari kompleks pertentangan yang tak terhindarkan—siang dan malam, kelahiran dan kematian, kebahagiaan dan kesengsaraan, kebaikan dan kejahatan. Kami bahkan tidak yakin bahwa yang satu akan menang melawan yang lain, bahwa kebaikan akan mengalahkan kejahatan, atau kegembiraan mengalahkan rasa sakit. Hidup adalah medan pertempuran. Itu selalu dan akan selalu; dan jika tidak demikian, keberadaan akan berakhir”

 

“Dengan kenyataan seperti yang disebutkan Jung, tidak lantas membuat kita patah arang. Kita harus memfokuskan pada kualitas pribadi kita.”

Lihat selengkapnya