Kau Berkata

Dewinda
Chapter #4

4

Tanpa menyadari waktu yang telah berlalu, Isarat menatap langit. Satu-dua titik sinar terlihat di atas langit Jakarta. Ia tersenyum

Ia berbalik arah, berjalan di tepi jalan tanpa pembatas. Kadang-kadang ia bisa merasakan udara pekat mengibas lengannya setiap kali makhluk beroda melewatinya. Kadang rodanya ada empat dan tertutup semua badannya. Seringkali rodanya hanya dua, dan Isarat bisa melihat tubuh pengendaranya.

Kadang-kadang makhluk-makhluk itu sangat besar, hingga ia buru-buru melompat lebih pinggir. Kadang-kadang menempelkan tubuhnya di tembok rumah. Berjalan kaki di negerinya ini artinya bertaruh nyawa.

Kali ini, ia berjalan di jalan perbatasan antara tanaman-tanaman hijau dengan lalu-lalang makhluk-makhluk beroda yang cepat sekali itu. Ia bisa melihat kotak-kotak panjang-panjang menempel tersusun monoton di sepanjang tapak kakinya.

Sementara itu, di sampingnya, kendaraan beroda yang tadinya berlari begitu cepat, menjauhinya dalam sekejap mata, tiba-tiba diam beruntun. Bukan pemandangan baru.

Pemandangan lazim sehari-hari yang ditemui Isarat, biasanya malam dan pagi. Begitu banyak mereka, hingga jalan raya yang besar dan panjang seakan tanpa ujung-pangkal itu pun tidak mencukupi.

Isarat menyipitkan mata, karena lampu-lampu dari semua kendaraan itu. Menerjang masuk ke matanya tanpa ampun. Begitu terang, semakin mencolok karena situasi sekitar gelap pula. Kontras itu menyakitkan mata. Walaupun begitu, warna-warnanya semarak dan tampak indah, sekalipun Isarat tidak bisa menyebutkan nama-namanya.

Setelah beberapa lama berjalan, ia mulai melihat sosok-sosok lain. Sosok-sosok aneh yang tidak seperti manusia. Lelaki kurus berkulit logam. Baru-baru ini saja ia temui manusia seperti itu. Tubuhnya seluruhnya berwarna seperti pagar besi, sendok dan garpu hanya tidak seberapa mengilap. Boneka-boneka raksasa yang bisa bergerak selayaknya manusia, yang juga ia sering temui.

Di sisi lain, ada juga yang layaknya manusia biasa. Dengan benda aneh di tangan, bertali-tali banyak yang biasa mereka petik-petik dengan jari. Ada yang memegang banyak peralatan macam-macam, seperti sapu lidi atau lainnya.

Pekerjaan mereka sama saja, menyusuri mobil-mobil sambil mengguncangkan apa yang ada di tangan mereka. Kadangkala itu benda-benda yang mereka tawarkan, kadangkala gelas-gelas plastik berisi koin atau uang kertas.

Kalau lampu lalu lintas telah berubah hijau, mereka dengan cepat menyingkir dan membiarkan semua kendaraan yang mereka sapa sebelumnya meninggalkan mereka. Hubungan mereka sesingkat kedip lampu-lampu yang terus berganti. Kalau sudah begitu, mereka menyingkir hingga ke pelataran sempit yang membelah tepi jalan. Duduk-duduk. Dengan rupa bermacam-macam, mereka saling berkumpul.

Lihat selengkapnya