Isarat menguatkan hati untuk maju menghadapi pria di balik etalase kaca yang setinggi setengah tubuhnya.
Sebelum ia sempat maju, seorang wanita muda, hampir seluruh tubuhnya tertutup, mendekati kotak kaca. Wajahnya tidak enak, membuat nyali Isarat ciut lagi, maka ia malah mundur menjauh. Wajah lelaki di balik kotak kaca itu juga hilang keramahannya. Pria muda pemulung sampah itu memutuskan mungkin ia akan kembali lain hari.
Namun, baru saja ia berbalik, ia merasakan bahunya ditepuk. Sampai-sampai ia terlonjak kaget. Begitu berbalik, ia berhadapan dengan wanita muda itu. Matanya yang cokelat muda menatapnya lurus, dengan binar yang menyenangkan. Bibir merah mudanya yang agak tipis bergerak-gerak perlahan.
Wanita itu mengajaknya bicara. Ia hanya mampu menggeleng-gelengkan kepalanya, bagaimana caranya memberitahukan wanita itu bahwa ia tidak bisa bicara? Kali ini, tangannya yang kelihatan putih menyembul dari lengan panjang bajunya menunjuk ke arah kotak kaca. Matanya bergerak dari Isarat ke arah etalase itu.
Pahamlah Isarat bahwa wanita berjilbab panjang itu mencoba mendorong Isarat untuk maju kembali ke arah toko itu. Pria itu mengernyit, ragu-ragu. Namun, wanita itu mengangguk-angguk, sehingga Isarat dikuatkan oleh isyarat-isyarat itu.
Wanita dengan pakaian melambai-lambai itu tersenyum ramah, mundur sedikit untuk memberinya tempat di toko kecil. Isarat maju, menempelkan perut ke kotak kaca. Matanya meminta petunjuk dari lelaki di belakangnya, dan lelaki itu mengangguk, membuat Isarat makin berani.
Jari kurus gelapnya mengetuk-ngetuk permukaan kaca. Ia menunjuk ke arah batang kayu yang sangat mirip dengan yang dipakai anak-anak tadi. Lelaki itu mengambilkannya. Tak ia sangka, ternyata lelaki itu baik. Lalu, Isarat menunjuk pada sebuah buku tulis, mirip dengan yang dipakai anak-anak yang berkumpul di rumah kecil yang ia datangi sebelumnya.
Isarat memberikan selembar uangnya kepada lelaki itu, memegang buku dan pensil. Perasaannya tentu bisa melejitkan tubuhnya ke awan-awan yang biasa ia lihat di langit luas itu. Tanpa peduli sekitarnya lagi, ia berbalik. Ingin cepat-cepat melakukan sesuatu dengan barang baru di tangannya.
Wanita di sampingnya menepuk bahunya lagi. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, menunjuk-nunjuk pada lelaki di balik etalase. Isarat mengernyit kebingungan, tapi secara otomatis menurut. Lalu, ia lihat mulut wanita itu bergerak-gerak, tangannya mengetuk-ngetuk kaca. Barulah lelaki tak menyenangkan itu menyodorkan beberapa lembar uang kepada Isarat.
Ia melangkah menjauh, ragu-ragu. Meluapkan rasa terima kasih yang besar, Isarat tersenyum sambil membungkuk rendah kepadanya. Wanita muda itu tertawa kecil hingga matanya menyipit, kemudian mengangguk kepadanya.