Lelaki di balik etalase setengah badan itu membelalakkan mata. Mulutnya juga terbelalak. Dia lalu memutari etalase dengan langkah cepat-cepat. Ia lalu mendorong Isarat, dengan mulut bergerak-gerak cepat. Berisik, matanya menangkap sesuatu yang berisik.
Di hadapannya, lelaki itu mulai mengerut-ngerutkan dahi, matanya terbelalak. Isarat tahu mimik itu. Biasanya ia akan memperoleh pukulan atau dorongan ketika orang melakukannya. Biasanya pula, ia akan takut dan kabur. Kali ini, tidak mau. Ia mau benda itu, tidak tahu kenapa. Tapi, ia mau. Ia mau!
Prediksinya benar, lagi-lagi ia bisa mengandalkan pikirannya yang entah datang dari mana; lelaki itu mendorongnya hingga jatuh. Rasa panas menjalar di hatinya. Ia balas membelalakkan mata. Bangkit dengan cepat, ia menunjuk-nunjuk lagi etalase itu. Ada apa? Kenapa ia tak mau memberi sebagai ganti uangnya?
Lelaki itu menarik bahu Isarat di seberangnya, memaksa tubuhnya berbelok. Jari-jari lelaki itu dengan kuat menusuk-nusuk bahu Isarat. Entah dapat keberanian dari mana, Isarat menepis tangannya. Lelaki itu terdiam, matanya terbelalak. Tapi ekspresinya berbeda. Beberapa saat lalu, ia menunjukkan mimik ingin memukulnya. Sekarang ini, Isarat melihat mimik wajah yang seperti ingin kabur. Mimik itu yang biasanya dilakukan orang yang ingin menghindarinya. Yang ingin lari darinya.
Pria yang memang sudah lama hidup dalam kebisutulian itu meraung-raung. Suara yang keluar sedikit sekali, tapi jelas maksudnya. Ia menepuk-nepuk dadanya dengan keras. Melangkah cepat ke arah lelaki yang telah mendorongnya. Ingin sekali berteriak ke kupingnya. Mendengarkan maksudnya. Baru kali ini ia merasakan keputusasaan akibat kekurangannya itu.
Dia hanya ingin membeli benda-benda kecil pendorong hidupnya itu. Apa susahnya? Kenapa ia tidak mau memberi?
Posisi mereka berbalik. Penjaga toko itu mengernyit, mulai ketakutan akan sikap agresif pelanggan barunya. Isarat membuka-buka mulutnya, walaupun hanya suara 'a' lemah yang terdengar darinya. Serak dan dalam, seakan keluar dari lubang tak berdasar.
"Woi, ngapain, sih?!" serunya tanpa guna kepada Isarat yang mulai mendekat. Tentu saja, pria tuli-bisu di depannya tak memahami kata-katanya, mendengarnya pun tidak.
Lelaki mundur beberapa langkah, wajahnya menunjukkan rasa takut yang semakin jelas, membuat Isarat semakin berani maju. Ia membuka mulutnya selebar mungkin, mencoba menggetarkan pita suaranya sekencang mungkin. Biarpun hanya getaran lemah terdengar.
Ia menunjuk-nunjuk etalase toko sejadi-jadinya. Lalu, memukul-mukul dadanya sendiri. Seumur hidupnya, baru kali ini ia menginginkan sesuatu sebesar itu. Kenapa ia tidak mau memberi?