Kau Berkata

Dewinda
Chapter #11

11

Isarat telah pasrah, membiarkan orang-orang itu menghukumnya. Setidaknya, itulah pikirannya. Maka, ia mengangkat alis tinggi ketika ia merasakan tangan yang menyentuh kulitnya itu lembut dan halus. Matanya memberanikan diri untuk bergulir kepadanya. Dan terlihat olehnya tangan putih milik wanita itu. Barulah matanya perlahan terangkat kepada wajahnya.

Terlihat olehnya lagi, wajah lembut itu. Mimiknya tidak menunjukkan ketidaksukaan, sebaliknya, tampak ramah dan menenangkan. Ia memegangi tangan Isarat, menepuk-nepuk lembut. Bibirnya terkatup, tidak mencoba mengajaknya berbicara, tapi sentuhannya memberitahukan Isarat bahwa ia tidak ingin menghukum siapa-siapa.

Wanita itu menarik tangannya. Tidak memaksa, seakan mengajak, membujuk. Itu saja. Lalu, ia menurut. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan wanita itu, tapi lebih baik menurut daripada dihajar. Mungkin ia akan dihajar juga, tapi tidak apalah. Sakit itu akan hilang, begitupun kemauannya. Ia akan lenyapkan itu sebelum ia mendapat masalah lebih besar.

Berkebalikan dengan keyakinan Isarat, wanita itu meyakinkan orang-orang yang tengah berkumpul bahwa ia baik-baik saja. Satu per satu, pria dan wanita di sana menatap ragu ke arahnya, melempar pandang waspada pada Isarat dan mulai membubarkan diri. Namun, salah satu pria tinggal dan berbicara pada wanita itu.

"Dia ini pemulung yang suka lewat sini. Orang-orang pada nggak kenal, soalnya nggak pernah mau ditegur. Kalau ada yang deket-deket malah kabur." Pria itu melipat tangannya di dada, menjelaskan sekilas tentang pria pemulung yang pemalu itu. "Tapi, denger-denger dia ini bisu dan tuli."

"Oh, ya? Saya kurang tahu karena baru kali ini ke sini."

"Ngurus TK yang baru buka itu, ya?" Sang wanita mengangguk saja sebagai jawaban. Pria itu tampaknya puas telah memberikan sepotong informasi yang ia tahu, kemudian berlalu pula pada aktivitasnya, seperti orang-orang lainnya.

Melihat ke arah Isarat yang masih menunduk, wanita berjilbab itu menyusuri tangan pria yang tampak kusam. Ada beberapa noda yang tampak berkerak di sana. Bahkan, pakaian pria itu tak luput dari pengamatannya. Baju kaus biasa, yang sedikit robek di ujung lengan dan pinggangnya. Setelah beberapa saat, ia menoleh kepada penjaga toko yang kini hanya berdiri mengamati keduanya di depan etalase kaca.

"Pak, memang masalahnya apa?" tanyanya kepada penjaga toko itu. Isarat mengamati bibir itu bergerak tanpa tahu apa maknanya, maka ia memilih untuk menunduk. Jangan sampai matanya bertemu mata-mata hakim di hadapannya, Isarat merasa lebih baik begitu. Ia hanya berani melihat wanita itu, yang tanpa melepas tangannya, mendekati lelaki yang memukulnya.

"Dia mau beli buku dan pensil lagi, tapi uangnya kurang," jelas penjaga toko itu. Wanita itu mengangkat alis.

Lihat selengkapnya