Apakah sebongkah kertas yang ia terima itu anugerah? Atau kutukan? Pertama, itu membuatnya dipukul. Kedua, itu membuatnya akan kehilangan rumah. Itu-itu saja yang berputar di kepala Isarat selagi ia berjalan ke arah rumahnya. Wanita itu sudah menyerah dan berjalan lebih dulu daripada Isarat. Hanya ketika ada belokan, ia akan menoleh kepada pria di belakangnya untuk meminta petunjuk.
Keluar dari jalan beraspal, keduanya mulai berbelok ke arah perkampungan di pinggiran kota Depok. Jalan setapaknya memang sudah bersemen, tetapi semuanya dipagari oleh rumput-rumput ilalang tinggi atau pepohonan pepaya yang ditanam sembarangan, tapi tumbuh dengan tegap.
Kadang mereka menanjak lalu mereka menurun. Wanita di depan Isarat memandang ke sekeliling, kadang melihat ke samping menyebabkan Isarat dapat menangkap bayang dari setengah wajahnya. Hidungnya agak meruncing pada ujungnya, lurus walaupun sedikit rendah berangkat dari pangkal hidungnya. Matanya dinaungi oleh bulu mata yang lentik dengan alis mata yang hitam agak tipis.
Memerah muka Isarat ketika memperhatikannya lama, maka ia menunduk lagi. Tangannya memegangi dadanya yang naik agak tinggi. Ia mengembuskan napas keras. Fokus saja pada jalan mereka.
Begitu lebih dekat kepada rumah Isarat, jalan setapak beraspal itu pun tuntas dan mereka berbelok ke jalan setapak yang tidak tertutup oleh apa pun selain tanah yang alami telah berada di sana. Beberapa saat kemudian, mereka sampai ke rumah Isarat. Kali ini, pria itu merasa berkuasa di tengah teritorinya sendiri. Ia maju dan mendorong pintu yang terbuka begitu saja. Sambil mengeluarkan derit nyaring yang keras.
Sang wanita yang tidak dikenal Isarat itu menatap kepada celah terbuka di depannya. Begitu Isarat pikir wanita itu tidak akan berani masuk, sang wanita justru mulai melangkah. Melepas sepatunya sehingga hanya kaki yang dilapisi kaus yang menginjak lantai rumah Isarat.
Isarat terus mengamati gerak-gerik orang asing yang kini menginvasi rumahnya. Ia menyipitkan mata, tidak mau melepas kecurigaannya. Ia hanya bisa mengamati, tanpa bisa menilai. Kalau ia memahami kata, ia akan bisa menilai. Wanita ini adalah wanita yang tak tahu kesulitan hidup. Wanita yang mungkin hanya melihat dan menerima yang baik-baik selama ia berjalan di atas dunia. Wanita yang tak punya kewaspadaan. Terlihat dari caranya masuk ke rumah orang asing begitu saja.
Wanita itu berpakaian sederhana dengan warna-warna lembut. Isarat pikir kalau di waktu-waktu dirinya tenang, ia akan menyukainya. Ia akan menikmati ketenangan yang terpancar darinya. Tapi, sekarang ini, duh! Ia tak tahu apa yang akan terjadi dan itu menakutkan.
Saat wanita itu menoleh ke arahnya, ia segera menunduk. Tak berani memandang.
Pria itu menenggak ludahnya sendiri. Si wanita mulai merambah barang-barang pribadi yang berada di rumahnya. Kertas-kertas yang ia gurat-gurat sedari kemarin, kini berada di tangannya. Mau diapakan olehnya? Isarat mengepalkan tangan. Tangan itu gemetar. Tersadar, sebelah tangannya yang lain menangkap tangan kawannya, lalu ia remas-remas, mencoba membuatnya tenang.