Kau Berkata

Dewinda
Chapter #28

28

Jantung Isarat berdetak begitu cepat hingga dadanya terasa sakit. Bertalu-talu hingga ke telinganya. Bukan suara, seperti detak yang memukul-mukul bagian dalam telinga itu. Serupa palu yang biasa ia lihat menokok-nokok benda kecil yang ia kenal sebagai paku.

Takut. Ia takut.

Seperti tupai yang ketakutan, ia mengelilingi lingkaran itu, mengatupkan kedua tangannya kepada orang-orang di depannya sambil mencoba mengucapkan sesuatu. Ya, sebegitu paniknya ia. Orang-orang yang didekatinya, terlalu dekat hingga wajah Isarat terpaut beberapa sentimeter saja dari mereka, langsung berjengit dan refleks mundur menjauh.

Maka, Isarat berpindah-pindah terus. Siapa tahu ada satu orang yang akan menolongnya. Namun, gerak-geriknya hanya memicu emosi para pria itu. Salah seseorang kehilangan kesabaran dan mendorongnya hingga tersungkur. Ia semakin panik. Ia akan dihajar, dipukul. Itu yang selalu ia simpulkan dari gestur-gestur seperti ini.

Sakit sekali rasanya dipukul, ia tidak mau dan tidak suka.

Ia meraung-raung, menggeleng-geleng. Mana Adzan? Mana Kevia? Orang-orang yang mau melihatnya, mau menungguinya menulis? Orang-orang yang tidak sabar, tetapi selalu belajar sabar akannya.

Dalam kepanikan, ia mulai gelap mata. Kemarahan mulai timbul. Kenapa orang-orang mudah sekali menjadi kasar? Ia menabrak-nabrakkan dirinya ke arah orang-orang itu, membuat mereka kaget tergeragap dan mundur.

Ia melihat celah!

Kesempatan itu tidak ia sia-siakan. Ia menabrak membabi-buta, lalu langsung kabur. Ada yang menangkap bajunya. Ia memukul dan menendang ke segala arah hingga ia terlepas. Lalu, kabur lagi. Berlari keluar.

Seseorang menangkap lengannya.

Ia meraung, menepis dengan kasar. Memukul dan meronta, tidak tahu arah. Ia merasakan tangannya beberapa kali menghantam sesuatu. Ia tidak tahu. Dan tidak mau tahu. Hanya kabur yang memenuhi pikirannya sekarang ini. Cepat! Secepat kilat!

Gerbang masjid semakin dekat. Bukankah dunia di luar masjid berbeda dari dalamnya? Di luar masjid, tidak ada yang mengganggunya atau mencegahnya melakukan sesuatu. Di luar masjid, ia berkelana dan mendatangi berbagai tempat dan tidak ada yang marah. Ia pernah melakukan kesalahan dengan memecahkan gelas, orang-orang hanya mengedikkan bahu. Begitu berbeda dengan dunia di dalam masjid ini.

Begitu keluar gerbang itu, tentunya orang-orang itu tidak akan lagi mengejarnya. Mereka akan kembali menjadi orang-orang yang tidak peduli akannya, dan membiarkannya berlalu seperti biasanya. Begitu lebih bagus karena ia tidak akan sakit. Tidak akan takut lagi.

Lihat selengkapnya