Kau Seperti Ayahmu

Asep Saepuloh
Chapter #5

Bab 4 - Tanpa Pegangan

Kejadian itu menjadi titik puncak yang memutus semua talinya.


Mereka pun pergi, ibu, adik, dan Keyhsa meninggalkan rumah yang lebih mirip medan perang itu, mencari tempat berlindung, berharap bisa mengobati luka-luka yang sudah berkarat. Namun, luka yang hanya dibalut, tanpa pernah dibersihkan, akan tetap bernanah di bawah permukaan.


Dan itulah yang terjadi. Cerita singkatnya, rumah tangga itu resmi berakhir. Ayah dan ibu menemukan pasangan masing-masing di kehidupan yang baru. Sebuah perpecahan yang memisahkan mereka bukan hanya sembagai suami-istri, tapi juga sebagai orang tua. Adiknya yang masih kecil mengikuti ibu. Dan Keysha --- dengan alasan yang tak pernah jelas baginya terpaksa tinggal bersama ayahnya.


Hari-harinya berubah menjadi sebuah pengasingan. Ia hidup di bawah atap yang sama dengan sumber ketakutannya. Setiap sudut rumah barunya terasa asing dan bermusuhan. Koneksi dengan ibu dan adiknya hanya tersisa melalui guratan cahaya di layar ponsel, melalui pesan singkat yang tak pernah cukup untuk menjembatai kerinduan yang menyiksa.


Keysha merasa terapung-apung di lautan yang gelap, tanpa tambatan, tanpa pegangan.


Luka lamanya belum sembuh, dan kini selalu diusik oleh bisik-bisik dan tatapan dingin dari kehidupan baru ayahnya.


Hingga suatu hari, rasa sepi itu tak tertahankan. Keysha memberanikan diri untuk mengunjungi ibunya. Perjalanan itu diwarnai oleh rasa takut, malu dan kegelisahan. Bukan hanya karena harus berhadapan dengan ibu yang pernah ia "lindungi", tetapi juga karenan ia harus bertemu dengan sosok asing: ayah barunya. Sebuah bayangan laki-laki yang langsung membangkitkan semua trauma akan figur seorang ayah.


Saat pintu terbuka, ada kehangatan yang terasa palsu, "Bu...gimana kabarnya?" tanya Keysha, suaranya kecil, seperti anak kecil yang tersesat.


"Alhamdulillah ibu baik nak. Gimana kamu disana? Baik-baik saja?" balas ibu, senyumnya lembut namun berjarak.


"Alhamdulillah baik juga bu" ucap Keysha otomatis. Pola lamanya terulang: menyembunyikan kepedihan, berpura-pura kuat di depan ibu. Sebuah peran yang melelahkan.


"Syukur kalo begitu" jawab ibu, percaya --- atau pura-pura percaya --- pada topeng yang dikenakan anaknya.

Lihat selengkapnya