Malam itu, Keysha mencoba menemukan kedamaian dengan memetik gitar di balkon. Bunyi senar yang ia petik seharusnya menjadi pengusir kesunyian, tapi justru menjadi soundtrack bagi sesuatu yang mengintai. Dari sudut matanya, ia menangkap bayangan di kamarnya --- gerakan samar, sebuah kegelapan yang lebih pekat dari sekadar malam. Ia mengusap matanya, mengira itu hanyalah kantuk yang mulai menyerang.
Namun, ketika ia masuk ke kamarnya, sebuah sensasi aneh langsung menyambutnya. Udara terasa lembab dan berat, menjerat di kerongkongannya. Lalu, terciumlah bau. Bukan bau yang familiar seperti sampah atau benda busuk, melainkan bau yang asing, tajam, dan menusuk --- seperti bau besi berkarat dicampur dengan sesuatu yang manis yang sudah basi.
"Ibu... ibu nyium bau aneh nggak?" teriak Keysha, masih memegang gitarnya, matanya menyisir setiap sudut kamar yang gelap.
Ibu yang sedang asyik menonton TV hanya tertawa kecil. "Bau apaan? Dari tadi juga nggak bau apa-apa. Kamu kentuk kali, terus nyalahin hantu," godanya sambil menyeringai.
"Ibu serius! Bau banget di sini. Pengap lagi. Rasanya... rasanya nggak enak," protes Keysha, turun dengan wajah yang masih diliputi kebingungan.
"Ah kamu ini penakut. Bau angin aja dikira kuntilanak. Udah, udah malem. Tidur sana. Makanya jangan berisik, nanti digangguin," jawab ibu sambil menepuk pundak Keysha, masih menganggapnya lelucon.
Malam itu, Keysha tidur dengan perasaan waswas. Ayah sambungnya bekerja shift malam, meninggalkan mereka sendirian di rumah yang tiba-tiba terasa sangat besar dan berisik dengan kesunyiannya.