Pagi itu masih diselimuti kabut ketika ibu Keysha bergegas ke rumah mertuanya. Harapannya sederhana: menemukan suaminya hanya mengalami sakit ringan, masuk angin, atau kelelahan biasa. Namun, harapan itu langsung pupus begitu ia melangkah masuk.
Suaminya terbaring lemas di atas kasur, tetapi ini bukan lemas yang biasa. Ini adalah kelemasan yang mengerikan. Wajahnya memerah menyala seperti terbakar dari dalam, kulit di sekitar mata dan pipinya melepuh seperti tersiram air mendidih. Bibirnya mencong dan tak bisa menutup rapat, seperti orang yang terserang stroke parah. Nafasnya tersengal-sengal, pendek dan berisik.
"Ada apa ini?" teriak ibu, suaranya bergetar memecah kesunyian ruangan. "Kemarin kamu baik-baik aja!"
Dengan susah, payah suaminya berbicara, suaranya purau dan lemah. "Gak tau... kemarin di tempat kerja, habis makan kacang, perut mules sekali, sampai bolak-balik ijin ke WC." ia berhenti menarik napas berat. "Yang jadi aneh... pas di WC, aku liat ada perempuan. Berbaju merah. Tinggi. Waktu itu, lagi mules, mana mikir aneh-aneh."
"Tapi pas pulang, badan rasanya berat banget. Lemes. Pusing. Aku kira efek mules biasa..."
Ibu Keysha membeku. Darahnya seolah berhenti mengalir. "Tidak mungkin. Tidak mungkin cuma karena mules dan kacang sampe separah ini," gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada suaminya. Logikanya berontak, tetapi pemandangan di depan matanya terlalu mengerikan untuk dijelaskan dengan logika.
Sang mertua, yang dari tadi terdiam di sudut, menambahkan dengan suara bergetar, "Tiap tidur, dia suka ngelantur. Omongannya nggak karuan... Kadang kayak ngobrol sama seseorang."
Ibu hanya bisa terdiam, ketakutan dan kebingungan menyelimutinya. Ia memandangi suaminya yang seakan menjadi orang lain, tubuhnya menjadi kanvas bagi sebuah penyakit yang tak dikenal.