Melepas lelah, kaki selonjoran. Badan menempel pada dinding kamar dan mengepal-ngepal tangan. Tubuhnya pegal dan keram setelah menjemput adiknya dari luar kota.
“Pijat Kakak Ji, gara-gara jemput kamu badan Kakak pada sakit,” kata Najar menatap adiknya dengan pandangan memudar setelah melihat cucian kotor yang menumpuk di belakang tepat Juraji Nafis duduk. Juraji pun tak hanya diam setelah mendengar permintaan kakaknya.
“Aku juga sama pegel-pegel Kak,” kata Juraji hanya terpokus melihat chat dari teman-teman SMP-nya. Masa-masa kelulusan yang seminggu kebelakang mereka sudah lakukan. Juraji hanya membaca chat dalam group whatsapp, mereka semua pada melanjutkan ke SMA favorit, dalam benak Juraji sempat ingin melanjutkan sekolah bersama teman-temannya. Apa boleh buat Tuhan berkehendak lain. Yang tadinya ingin menajutkan pendidikan sekarang malah berubah. Karena faktor biaya yang membuat mimpi itu hilang dalam sekejap. Ia percaya meski yang dia inginkan tak terlaksana sekarang, mungkin dilain waktu bisa dia rasakan. Walau pun tidak sama persis yang pertama ia inginkan. Ketika sudah lulus sekolah, Juraji diajak oleh kakaknya Najar Wiki, untuk kerja sembari sekolah di Bandung. Setelah mendengar hal itu semangat dia untuk sekolah terbuka lebar, meski harus kerja dulu. Sebelum dia berangkat ke Bandung orang tuanya pernah berbicara.