Suasana panggung kecil itu penuh dengan suara-suara riuh dan denting alat musik yang baru saja disetel. Kay berdiri di pojok ruangan, tangan meremas ujung jaketnya, merasa asing di tengah dunia yang bukan miliknya.
Di atas panggung, Dion sedang memasang strap gitarnya ketika seorang perempuan mendekat, membawa biola di tangan. Gadis itu tersenyum ringan kepada Dion, dan dalam sekejap, dunia di sekeliling Kay terasa mengabur.
Kay belum pernah bertemu dengan gadis itu sebelumnya. Tetapi ada perasaan aneh—sesuatu yang membuat dadanya sedikit terbakar. Entah apa.
Dion tertawa kecil, obrolan di antara mereka seakan-akan begitu asyik. Mata gadis itu berbinar dengan antusiasme yang tak bisa disembunyikan. Sebelum akhirnya alunan gitar Dion memecah keheningan.
Kay berdiri terpaku, menyaksikan penampilan mereka dari jauh, seolah-olah ia hanya bayangan di pinggir panggung.
Kay masih menatap kekasihnya lekat-lekat, yang begitu ia kagumi dengan sepenuh hati. Tetapi, pandangannya juga tak bisa lepas dari sang violinst. Gadis itu...begitu mempesona, Kay sendiri bahkan mengakui itu dalam hatinya.
Setelah lagu selesai, Dion dan personil lainnya pun turun dari panggung. Kay melambaikan tangannya pada Dion. Lelaki itu tersenyum dan segera menghampirinya.
"That was great!" puji Kay.
Belum sempat Dion menjawab, tiba-tiba seorang gadis yang bermain biola tadi menghampiri mereka berdua.
"Eh, kenalin ini Natha!" kata Dion pada Kay. Mau tak mau, Kay pun menyalami gadis itu.
Kay tersenyum tipis. "Mikaela, panggil aja Kay."
"Eh, Nath, kayaknya next time kita mesti bawain lagu Radiohead, deh!" kata Dion, memotong pembicaraan.
"'Glass Eyes'," sahut Natha cepat, matanya berbinar. "Gue suka part liriknya yang—'Hey it's me, I just got back from where I came'—itu dalam banget."
Dion mengangguk cepat, matanya berbinar dengan antusiasme yang tak bisa disembunyikan. "Exactly! Gue suka cara mereka nyampurin piano sama synth di situ."
Mereka tertawa lagi. Suara mereka mengalun di udara seperti dua nada yang saling melengkapi.
Kay berdiri terpaku, menyaksikan percakapan itu dari jauh, seolah-olah ia hanya bayangan di pinggir panggung.
Ia mendengar kata-kata itu—Radiohead, Glass Eyes, synth—tapi tak satu pun dari semua itu benar-benar ia pahami. Semuanya terasa asing. Seperti berbicara dalam bahasa yang tak pernah ia pelajari.
Mungkin Natha merasa juga. Karena tiba-tiba, Natha berbalik, menatap Kay dengan senyum ramah.
"Eh, lo suka dengerin Radiohead juga, Kay?" tanya Natha ringan.
Kay memaksa tersenyum. "Gue... nggak terlalu suka, sih."
"Oh ya? Terus sukanya dengerin apa?" Natha masih berusaha menghangatkan suasana, suaranya tulus.
Kay mengangguk cepat, berusaha tetap terdengar santai. "Aku lebih sering dengerin K-pop, sih. BTS, lo tau BTS, kan?" jawabnya.
Natha mengangguk sambil tersenyum. Meskipun dia tidak terlalu mengikuti perkembangan K-Pop, di tahu kalau BTS adalah salah satu boyband yang paling bertalenta.
Sebelum Kay sempat menambahkan apa-apa, Dion tiba-tiba nyeletuk, matanya berbinar kecil, "Eh, BTS pernah cover Fix You waktu itu, tahu?"
Kay sedikit terkesiap. Ia tidak menyangka Dion akan merespon begitu cepat, begitu antusias.
Dan sebelum ia sempat meresapi kebahagiaan kecil itu, Natha sudah menyambar, "Fix You? Coldplay? Gokil, itu lagu favorit gue banget."
Mata Dion berbinar semakin terang. "Lo suka Coldplay juga?" katanya, hampir berseru.
Natha mengangguk cepat, matanya penuh semangat. "Gila, iya! Gue suka banget A Rush of Blood to the Head."
Dan begitu saja, seperti daun yang hanyut terbawa arus, obrolan itu bergulir deras di antara mereka—tentang album, tentang konser impian, tentang chord dan aransemen.
Kay hanya berdiri di sana, mendengar sepotong-sepotong, merasakan setiap kata yang meluncur seperti pintu yang menutup perlahan di hadapannya.
Ada tawa kecil, ada sorot mata yang Kay tahu...sangat jarang ia lihat saat Dion berbicara padanya. Bukan karena Dion tidak sayang, tapi mungkin... karena ia dan Dion memang berasal dari dunia yang berbeda.
Dan untuk pertama kalinya, Kay mulai bertanya-tanya, apakah cinta saja cukup untuk menjembatani dua dunia yang tak sama?
***
Mobil meluncur perlahan di jalanan yang mulai lengang. Kay menyandarkan kepalanya ke jendela, menikmati hembusan udara malam lewat celah kecil kaca yang dibukanya.