“NAH, minum.”
Gadis berseragam SMA lengkap dengan kerudung putih yang duduk di undakan anak tangga itu menoleh ketika sebotol air mineral tiba-tiba terjulur di depan wajahnya. Ia mendongak dan mendapati si pria sudah kembali seperti janjinya tadi.
Si gadis menerima air mineral itu sambil berterima kasih. Si pria membalasnya dengan anggukan pelan sebelum bergerak ke hadapannya. Tanpa permisi si pria meraih sebelah kaki si gadis lalu meletakkannya di pangkuan.
“Eh, mau ngapain?” pekik si gadis begitu terkejut, lalu matanya membesar. “Eh, jangan dilepas!”
Kaus kakinya terlepas. Kali ini si pria mendongak untuk menatap si gadis. Ekspresinya terlihat kesal. Ia hanya ingin membantu mengobati kaki si gadis yang tertusuk paku. Kenapa reaksinya harus berlebihan begitu.
“Udah minumnya?” tanya si pria mengabaikan protes si gadis sambil ia melempar kaus kaki berlumuran darah itu ke bawah tangga.
Seolah baru saja tersadar, si gadis lekas meminum airnya, lalu mengembalikan sisanya kepada si pria. Air itu si pria gunakan untuk membersihkan darah yang masih mengucur dari telapak kaki si gadis. Membiarkan kaki si gadis tetap berada di pangkuannya sementara ia menarik masker buff-nya melewati kepala. Kain hitam itu dirobeknya, lalu dilipatnya menjadi tiga memanjang.
“Pulang dari sini langsung ke puskesmas, takutnya tetanus,” saran si pria sambil membalut kaki si gadis dengan masker buff-nya. Pelan sekali ia melakukannya.