Suasana ruang hening. Ling ling menggigit kukunya, sedangkan Arthur terus berdo'a kepada Tuhan agar semuanya baik-baik saja. Fazi masih bercucuran keringat dengan sedikit menarik bajunya untuk merasa legah. Bram mengetuk-ngetuk penanya guna mencari jalan. Tidak ada yang tenang saat itu. Walaupun Rizky terlihat santai tapi dia sangat mengkhawatirkan sesuatu.
"Bagaimana kalau kita memesan Ojek Online lalu kita sampaikan kepada dia bila kita sedang dalam bahaya. Agar dia pergi ke Kantor Polisi terdekat untuk melaporkannya?" saran Elita, gadis Jayapura manis ini dengan gugup.
Semua yang di ruangan seakan-akan diberikan harapan. Banyak dari mereka mengatakan itu ide bagus.
Tapi sialnya—Fazi seperti tidak yakin. Bram melihat hal itu. Dia bertanya untuk memastikan, "Ide bagus, 'kan? Bener kata Elita. Bisa dicoba ya kan?"
Fazi menyodorkan kembali surat itu untuk dibaca kembali oleh Bram dengan bergumam miris, "Bram,–menyodorkan surat–yang kita hadapi ini Nano-Drone. Ukuran mereka sekecil debu yang ada disekitaran kita."
"Bukannya teknologi semacam itu udah dilarang ya?" tanyanya bingung.
Naomi seorang gadis mungil berdiri dan dengan seriusnya berjalan ke arah Fazi. Semua orang memandanginya, tak terkecuali Fazi yang bingung ketika didatanginya. Mereka bertatap muka. Fazi tentu saja heran mengapa Naomi melakukan itu.
"Hmm ... Naomi? Kamu membuat kami takut," ujar Daenil.
Naomi berpindah memandangi Daenil. Daenil terdiam heran.
Naomi bukanlah gadis yang senang berbicara banyak. Setidaknya itu yang dia perlihatkan sebagai pegawai di sini. Apa yang akan dia katakan adalah apa yang dia anggap itu penting untuk semua. Khususnya pada kasus Nepotisme yang sempat diliput oleh media. Yang membuat Bram tetap hidup. Dengan berbekal informasi analisis yang dimilikinya, Naomi berhasil menguak siapa dalang dibalik kasus itu tanpa diketahui siapapun. Kecuali Bram. Itu mengapa Bram sangat hormat kepadanya.
"Naomi?" tegur Bram.
Naomi berpaling dari kedua orang ini dan mulai berbicara pada semua, "Aku pernah membaca sebuah peristiwa. Yang terjadi nyaris 100 tahun lalu. Dimana seorang pembunuh berantai yang misterius mempublikasikan dirinya pada masyarakat melalui kantor berita di salah satu koran harian di kota itu. —The Zodiac."
Naomi melanjutkan, "Cara kerjanya mirip seperti sekarang. Mengirim surat, membawa nada ancaman, lalu mencari seorang untuk dijadikan korban."
Banyak dari mereka hanya melongo. Tak sedikit yang menggaruk-garuk kepalanya. "Lalu apa maksud kamu, Naomi?" tanya Rizky dengan mengangkat bahu.
"Teka-teki. Sepertinya dia tahu siapa Pak Gani. Dia tahu di jam berapa Pak Gani bergerak. Surat ini juga sampai dengan cara yang berani. Disini juga ngga terdapat teka-teki yang harus kita pecahkan."
"Naomi, kamu aja ngga baca suratnya. Gimana kamu tahu?" ujar Bram.
"Mas Bram, kalau di sini ada teka-teki yang kumaksud. Mas Fazi ngga akan lancar membawakan info ini. Akan ada bahasa kiasan yang sulit untuk kita mengerti. Pelaku ini jelas, dia orang di sekitar kita." pesan Naomi dengan tegas.
Fazi memutar badan Naomi dengan keras seakan-akan tidak terima dengan perkataan yang meluncur keluar dari mulut Naomi.
"Heh! Naomi, aku ngga bakal ngelakuin itu! Kamu mau nuduh aku h—ah?"
Bram dan Daenil berusaha mereka melerai.
"Aku ngga bilang begitu, Mas. Nano-Drone bukanlah barang murah. Bila itu ada, seharusnya itu dipakai oleh orang kaya untuk menjatuhkan perusahaan saingannya. Untuk apa dia menyerang Kantor berita selain memiliki maksud dan tujuan tertentu?" Naomi kembali berargumen.