"Sekarang kalian mau kemana?" tanya Ivii.
Bram menoleh dan mengatakan, "Aku mau ke kantor. Di sana ada banyak barang bukti. Boleh ya aku pinjam mobilnya dulu, yang?"
"Pakai aja, Bram."
Bram tersenyum tulus.
"Oke, ayo kita jalan. Setelah keluar dari rumah ini, kita akan mendapati masalah lagi. Bram, bawa senjata. Apa kek gitu," tegas Romawi.
Bram dan Romawi berdiri. Mereka terdiam sebentar. Romawi ikut bingung. Lalu tangan Ivii menggiring Bram menuju pintu keluar, sedangkan Romawi hanya tersenyum geli.
Mereka berjalan perlahan menuju pintu depan. Sepanjang jalan itu hanya ada bisikan halus dari Ivii, "Jangan lupa makan siang, ya."
Bram membuka pintu. Dan Romawi meminta kuncinya, dia hanya ingin bergegas ke dalam mobil meninggalkan Bram dan Ivii yang tengah mabuk asmara.
"Sayang, do'ain aku. Aku bakal balik lagi, aku janji."
"Aku ngga butuh janji, aku butuh bukti, " kata Ivii.
"Aku pasti pulang kok. Aku ngga bisa hidup dalam situasi begini. Aku udah diterror, dipukuli, diseret, ditabrak, dan aku ngga mau. Ini udah kelewatan," Bram mengelus pipi Ivii.
"Bram ... –memegang tangan Bram yang berada di pipinya–jangan macem-macem lagi. Aku takut," Ivii memelas.
"Jangan khawatir. Aku udah menang sekali. Dan aku bakal menang untuk kali kedua. Romawi Polisi yang baik. Dia bisa aku andalin walaupun kami baru kenal," ucap Bram.
"Bram, ayo dong. Gue masih penasaran nih," Romawi teriak dari dalam mobil.
Bram geleng-geleng. Lalu dia menatap dalam Ivii dengan pandangan lurusnya. Perlahan tapi pasti, Bram mencium kening Ivii dengan lembut.
"Aku pasti pulang. Aku janji. Jangan bawel lagi, mak lampir," senyum Bram.
"Ih! Iya-iya, jaga diri kamu, sayang." Ivii memeluk dengan sangat kuat.
Pelukan itu harus berakhir dengan cepat. Bram berpamitan dan bergegas masuk ke dalam mobil. Dia memandangi Ivii penuh ikhlas. Bram menyadari hidup matinya adalah takdir yang harus dia ambil. Namun dia lebih memilih keduanya saat sedang bersama Ivii.
Sebaliknya, Romawi menyakini takdir yang dia dapat adalah menyelamatkan kota ini. Bukan hanya sekadar membuka teka-teki. Tapi jutaan orang sedang menghadapi masalah yang sama sekarang. Hanya saja mereka tidak tahu.
"Gue tahu apa yang kita alami. Semuanya berjalan terstruktur, mereka lihai tapi ngga teliti," jelas Romawi.
"Jadi mereka itu ngincar gue karna gue adalah orang yang berbahaya bagi mereka?"
Sambung Romawi, "Dan kematian teman gue adalah cara mereka membungkam kebenaran. Ada yang mereka kerjakan, Bram. Mereka menutup semuanya. Kebetulan aja ada lu, dan akhirnya semua terjadi."
"Gue yakin semuanya saling terhubung tapi ngga saling melengkapi. Pertama-tama kita cari tahu pelakunya," Bram memerah.
Romawi terus menyetir dan berhenti di lampu merah.