Romawi geram. Ketiga orang itu berdiri seperti tidak melihat sebuah pistol sedang menodong mereka.
"Mundur, atau saya tembak! Buka topeng kalian. Siapa kalian sebenarnya?" gertak Romawi.
Mereka bertiga terus berdiam diri. Hingga salah satu dari mereka melangkahkan kaki. Maju selangkah. Romawi tidak gentar. Dia terus memerhatikan orang itu. Bram yang menjadi sumber cahaya tak berbuat banyak. Romawi terus pada posisi siap siaga.
"Kalian siapa? Buka topeng kalian!" Bram ikut bergumam.
Satu langkah kembali diambil salah satu dari mereka. Romawi menajamkan pengelihatannya, semakin mendekat, dan semakin berani. Orang-orang misterius ini tidak mengindahkan peringatan Romawi dan terus perlahan maju.
"Cukup," Romawi menarik pelatuknya.
DOR!!!
Suara pistol melengking di sepanjang lorong. Peluru itu melesat cepat mengenai paha Majordomo tadi. Dua orang dibelakangnya berhenti bergerak. Yang paling depan berlutut memegangi pahanya.
Romawi yakin dia sedang kesakitan. Dia terus memerhatikan ketiga orang ini tanpa sepatah katapun.
Diluar dugaan orang yang tertembak tadi kembali berdiri. Dan diam memperhatikan Romawi. Dia mengangkat tangannya lalu menunjuk Romawi dengan jarinya.
"Jangan coba menakutiku!" teriak pria itu seperti suara Iblis.
Romawi dan Bram terkaget. Perasaan panik kembali menyelimuti mereka. "Rom, lu liat nggak?"
"Iya, iya! Gue juga tahu!" Romawi geram bukan main.
Kini dia berkeringat. Kemudian Majordomo itu mengeluarkan sebuah golok. Mereka bertiga mempunyainya!
"Bram, lu hapal gedung ini kan?"
Bram menjawab, "Pastinya."
Romawi mundur sedikit demi sedikit. Lalu insting berburunya aktif. Dia merasakan sesuatu di dalam tubuhnya, "Sepatunya," ucap Romawi dalam hati. Matanya terbuka lebar, dan dengan gesit dia menembak.
Dor Dor Dor!!!
Tembakan itu mengenai ujung kaki musuh mereka. Salah satu berteriak dan jatuh. Dua tembakan lainnya meleset. Mereka seperti tidak senang. Bram merasa hal buruk akan terjadi.
"Lari".
Mereka berbalik badan lalu berlari ke arah kiri. Majordomo itu mengejar dengan brutalnya. Mereka berlari dengan topeng dan bajunya berkibar seperti mencari mangsa. Bram dan Romawi terus berlari dengan sesak. Pistol yang dibawah Romawi tidaklah berguna.
Mereka terus dikejar dari belakang. Terdengar suara hentakan besi ke dinding, menandakan bahwa pedang mereka benar-benar tajam .
"Binatang, binatang mereka itu!" Jerit Bram.
Sebuah pisau melesat melewati mereka. Romawi kaget, pisau itu merobek bahu di jaketnya. Pisau itu tertancam tajam di dinding. Bram kembali mengoceh, "Mereka punya pisau, hadeuh!!!"
Bram berhenti mendadak dan melihat pintu. Lalu dia mendobrak pintu itu. Dua Majordomo tadi kembali melemparkan pisau. Romawi dengan sigap berlutut lalu menarik pelatuknya kembali seraya berkata, "Lu kira lu oke, kacung koruptor?!"
Tembakan itu kembali terdengar. Majordomo itu tertembak diperut namun dia masih mampu berlari ke arah mereka. Sebuah pisau ditarik dari pinggul sang Majordomo. Diayunkan lalu terlepaslah dari tangan si pengguna.
Pisaunya melesat membelah udara. Kecepatan yang luar biasa. Pisaunya bersiap menembus kulit Romawi, tapi tidak cukup cepat. Ketika pisau itu berada beberapa senti dari perut Romawi, Bram menarik Romawi dengan penuh tenaga.
"Woh! Hampir aja!" teriak Romawi. Pisaunya menancap kembali di dinding.
Bram menyeret Romawi masuk kedalam lalu menutup pintu. Kedua Majordomo itu berusaha mendobrak pintu. Tapi pintu itu cukup kuat.
"Lu ngga papa kan?" tanya Bram.
"Ngga, ngga. Cari benda lain, Bram. Ganjel pintunya."
Mereka membongkar semua barang. Meja, kulkas, kursi dan semacamnya yang berat. Lalu menempelkannya di pintu agar tidak mudah dibuka.