Lambat laun suasana semakin membaik. Kota sangat indah dari atas sini. Tapi tidak seluruhnya indah. Di dalam kota terdapat kerusuhan dengan massa yang besar. Bram melihatnya sebagai bencana. Romawi mengatakan dia terkejut melihat ini.
"Kerusuhan itu bisa dibuat. Bisa diatur bak sebuah film yang membutuhkan 'Sutradara'. Skenarionya rumit tapi bisa dieksekusi," jelasnya.
"Iya. Kita semua udah tahu. Negara ini ngga banyak bergerak karna orang-orang korup di dalamnya," balas Bram.
"Eits, tapi ngga semua Polisi begitu. Kebaikan kami banyak ditutupin sama rekan-rekan yang korup, dan itu susah Bram," sambung Romawi.
Romawi memandangi kerumunan massa yang sedang berorasi di depan gedung pemerintahan. Sampai dia menyaksikan kerumunan itu bubar layaknya gerombolan semut karna diserang oleh aparat.
Bram melotot sebab ada seorang yang terkapar di sana. Dia menyaksikan kebrutalan.
"Rom, kenapa golongan lu suka main kekerasan sama mereka yang belum tentu salah? Bukannya ruang gerak kalian melakukan demikian itu terbatas banget ya?"
"Hmm ... Ngga tahu. Lu sebagai jurnalis bisa ngejawab sendiri. Intinya Polisi yang begitu ngga lebih baik dari tai Kucing," Romawi tertawa lepas.
Mereka masih berbicara santai meninggalkan pikiran yang lalu. Mereka tetap melayang di atas dan mencari tempat lagi untuk mendarat. Waktu mereka sedikit sebelum banyak orang yang tidak menyadari sesuatu sedang terjadi.
Ada sebuah lapangan luas. Ditengah hujan begini lapangan itu agaknya menjadi licin. Banyak anak-anak masih bermain hujan di masa itu. Zaman yang dikenal maju tidak menyurutkan setidaknya lima orang anak untuk berteman dengan alam.
Pesawat perlahan turun. Anak-anak menjauh dan berteriak seperti ada meteor jatuh. Mereka mencoba untuk tenang dan mengendalikan pesawat.
Pesawat perlahan turun—dan mencari keseimbangannya disaat angin terus menerpa. Romawi bersabar menunggu momen pas dengan sedikit demi sedikit mendekati tanah.
Dan akhirnya pesawat menapaki tanah. Mereka bersiap keluar. Di dekat mereka ada perumahan warga dan ratusan dari mereka keluar untuk melihat pesawat mini ini. Bram menyaksikan mereka seperti menonton sepakbola.
"Terlalu bahaya kalo kita ke kantor Netral dengan pesawat beginian. Inget, Bram, ada satu rumah yang berhasil dibom. Mereka ngga akan ragu buat nembakin kita," Romawi mengingatkan Bram.
Bram menyimpan ponselnya ke dalam kantong plastik agar tak basah terkena hujan. Lalu dia memasukan ke dalam kantong. Bram berdo'a semoga jalannya aman.
Romawi melihat Bram dengan tatapan khasnya. Dia memaklumi perasaan Bram saat ini. Mereka bersiap keluar. Dengan bermodalkan badan dan sedikit alat bantu, mereka keluar dari pesawat.
Air hujan membasahi mereka. "Lewat sana, ada lorong di sana," kata Romawi.
Mereka berlari memasuki lorong yang menembus perumahan warga. Setiap warga perumahan yang lumayan padat ini memandangi mereka. Ada yang melemparkan guyonan bahkan ada yang terlihat lesu.
"Daerah ini tempat gue meliput beberapa waktu lalu. Separuhnya keluarga kurang mampu. Rantauan."
Romawi melanjutkan perjalanan dengan informasi yang dia dapat dari Bram. Hujan tidak masuk ke area ini. Mereka berjalan santai menyusuri setiap blok dari perumahan padat penduduk ini. Bram menengok kanan kiri untuk memastikan semuanya aman.
Bram dan Romawi berjalan sembari mengusap air di dahinya. Banyak anak-anak di sana. Tawa anak-anak ini menambah pikiran mereka bila mana kota ini jatuh.
Ketika mereka berbelok ke arah berikutnya, Romawi ditabrak oleh seorang pria. Pria itu meminta maaf dan kembali berjalan. Romawi menyadari sesuatu, dia seperti pernah melihat pria tadi.
Romawi memegang bahu Bram, "Bram, berhenti. Orang tadi?"
"Kenapa? Lu kenal?" tanya Bram.
"Kayanya lu juga kenal," lanjut Romawi.
"Maksud lu?"
Mereka berbalik melihat. Pria itu berdiri membelakangi mereka dengan jas hujannya. Terus diam di sana. Tiba-tiba dari arah belakang Bram, ada seorang menghantamnya hingga tersungkur. Romawi kaget dan memberikan perlawan.
"Woi!" Romawi menahan lengan orang itu dan memutarnya.
Bram tersungkur, dari depan pria berjas hujan tadi belari dan berusaha menendang dia. Tapi gagal karna Bram menghindar.