KEAPARAT

Ibal Pradana
Chapter #24

Dosa Masa lalu

Tom membasuh mukanya. Dia berdiri mengambil sebuah senjata. Entah apa gunanya itu tapi dia begitu percaya diri.

Matanya melirik di sepanjang jalan. Seolah-olah berkata dia tidak ingin bertemu siapapun. Tom melewati setiap lorong dengan pistol dipinggangnya. Dengan setelan layaknya James Bond, Tom tidak seperti pelayan kebanyakan.

Dirinya lebih mirip Alfred si asisten pribadi Batman. Dari ruangan makan dirinya bertemu Pak Santo. Santo menyapanya dengan tidak yakin.

"Hei, ka—"

Sebuah tembakan mengenai ujung kaki Pak Santo. Tom dengan sigap menyerang dia.

"ARGGHH!!!" Santo berteriak tapi langsung disumpal dengan kain.

Tom menyeretnya ke sebuah ruangan kecil. Lalu membanting badan itu ke dinding agar Santo bisa duduk.

"Aktifkan kedap udara. Saya ingin bernyanyi," ujar Tom pada AI gedung itu.

Ruangan otomati mengedap. Semua celah tertutup rapat oleh karet tebal guna menghilangkan polusi suara.

Tom berlutut. Wajahnya memandangi Santo yang sedang kesakitan. Tom menarik kain itu dari mulutnya, "Lu teriak–menodongkan pistol–lu mati."

Santo menahan rasa sakit itu sendirian.

"Apa yang barusan kamu lakukan?! Bajingan!" geram Santo.

"Banyak. Dan lu tahu. Gue ngga mau kerjasama dengan lu lagi," kata Tom.

"A—apa maksudmu, hah?"

Tom menyimpan pistolnya lalu mengelilingi Santo.

"Kenapa lu bunuh dia, hm! Gue cuma kasih tahu alamatnya sesuai informasi dari informan gue! Bukan meledakan rumahnya!" Mata Tom berkaca-kaca.

"Dia sama bahayanya! Dasar bocah bodoh!"

"Heaaarghhhh!!!" Tom menghentak-hentak kepala Santo ke dinding. Dia sangat kesal.

Santo pusing. Kepalanya pasti sangat sakit. "Apa maksud lu! Dia, dia ngga tahu apa-apa! Yang kita cari cuma pacarnya, tolol!" Lanjutnya Tom.

Tom menunduk. Air matanya jatuh tapi tidak cukup untuk membasahi pipinya. Tom lebih dulu mengusapnya agar tidak terlihat lemah.

Santo mulai berbicara, "Rghhh ... Se—sebagai pelayan. Kamu harusnya sadar diri. Kamu itu ngga pantes buat dia."

Tom mendengarkan tanpa sedikitpun mencela.

"Percuma kamu jatuh cinta sama dia, Tom. Ivii bukanlah wanita yang mau dengan pria matre seperti kamu, mengejar materi. Ngga idealis lagi," ejek Santo.

Kepalan tangan itu kembali mengeras. Lagi-lagi sangat keras hingga mampu menghancukan kayu.

"Lu ngga paham apa itu cinta. Matanya, senyumnya, dan sikapnya. Semua itu punya arti lain," bantah Tom.

"Hahahah cuih! Tom, Tom. Ngga usah naif. Dia udah ngga ada. Setelah semua ini, kamu bakal habis di tangan saya," Ancam Santo.

"Ngga akan. Bu Siti ngga pernah tahu anaknya mati." Tom berdiri.

"Percuma. Racun yang kamu beri tadi pagi bakal bekerja. Ngga ada gunanya. Dia bakal mati, Tom," Santo tertawa.

Tom mengeluarkan sebuah pil dari jasnya. Dia menunjukan itu ke Santo, "Yang ini?"

Santo melotot, "Kenapa kamu ngga kasih ke dia? Kamu udah saya bayar!"

"Tadinya. Tapi setelah tahu Ivii mati, ngga ada gunanya harta bagi gue," Tom melempar pil itu.

Tom melanjutkan, "Gue terlalu sayang sama mereka berdua. Walau baru kerja 2 tahun. Gue ngga bisa berkhianat, lagi."

Lihat selengkapnya