Tina : Jangan pulang kita Abang. Saya tau keluarga saya seperti apa.
Tina memohon kepada suaminya dengan nada yang memelas. Roni. Suaminya yang dinikahinya 10 tahun lalu masih saja mempertahankan sifat keras kepala. Tina seperti kehabisan kata-kata untuk membuat suaminya mendengarkannya. Dia sudah mengalah untuk semua hal. Bertahun-tahun ditelan perasaannya dengan sikap Roni. Hanya saja kali ini Tina berharap, suaminya mau mendengarkannya.
Tina memang tidak pernah ada keinginan untuk kembali ke pangkuan keluarganya. Setelah menikah, dia beryukur, Roni membawanya jauh. Tina benar-benar tidak ingin kembali ke memori di masa lampau. Baginya kembali ke kampung halaman sama seperti menggali kuburnya sendiri. Dan Tina tidak ingin itu yang terjadi kepada keluarga kecilnya.
Tina dan Roni sudah memiliki lima anak. Tina tau, keadaan mereka jauh dari kemewahan, tapi keluarga mereka bahagia. Anak-anaknya bisa makan kenyang, sekolah juga baik-baik saja. Tina tidak bisa bayangkan, jika anak-anaknya dipaksa harus menyesuaikan dengan keluarga besarnya di Medan. Dia benar-benar tidak ingin anak-anaknya harus merasakan sakit sama sepertinya dulu.
Ini adalah usaha kali kedua bagi Tina untuk memujuk Roni. Dua hari lalu Roni secara mendadak memberi tahu Tina bahwa keluarga mereka akan pindah ke kampung halamannya, Medan.
Malam itu mereka berbicara empat mata di ruang dapur setelah anak-anak mereka tidur.
Roni : Tapi mau apa lagi kita lakuin disini. Semuanya uda ludes. Aku hanya orang
asing, dan kontrak sudah tidak perpanjang.
Tina : Kita cari pilihan lain. Gak seharusnya kita pulang ke rumah orang tua ku. Aku gak mau. Ayo kita hubungin kawan-kawan mu untuk meminta pertolongan.
Roni menggelengkan kepalanya. Orang keras kepala sepertinya dengan harga diri yang tinggi, pantang baginya untuk meminta bantuan dengan orang lain. Roni masih terus menggelengkan kepalanya dan menatap istrinya.
Roni : Jangan paksa aku untuk menghubungi mereka. Mereka tidak akan pernah mau menolong kita. Jadi daripada aku harus membuang ludah ku, sebaiknya kita buat cara kita. Kita pulang ke Medan. Orang tua kamu uda nyuruh aku pulang. Mungkin orang tua kamu beneran mau bantuin kita. Hanya ini cara kita.
Tina menunduk mendengarkan penjelasan Roni.
Tina : Mereka juga sama. Mereka tidak pernah benar-benar serius menolong kita.
Roni : Tau dari mana kamu?
Tina : Mereka orang tua ku. Aku tau seperti apa mereka.
Roni : Kamu terlalu bersangka buruk. Mereka orang tua kamu. Tidak mungkin sanggup mereka mengabaikan kamu.
Tina menatap Roni. Sepertinya sulit mengubah pendirian Roni. Tina mendesah panjang.
Tina :Daripada kita harus ke rumah orang tua ku, ayo kita ke rumah ke kampung halaman kamu Jakarta. Gimana?
Roni menatap Tina. Dipegangnya tangan Tina.
Roni : Orang tua mu berjanji akan memberikan rumah. Setidaknya itu akan mengamankan kamu dan anak-anak. Sedangkan kalau kita pulang ke Jakarta, itu hanya akan menyakitkan hati. Tanah ku sudah diambil semua dengan saudara-saudaraku. Aku sudah malas naik turun mahkamah. Anak kita lima orang. Aku tidak ingin menumpang lagi di rumah saudaraku.
Tina : Lalu dirumah keluarga ku? Kamu berani menumpang?
Roni : Sekarang option yang ada, wujud rumah itu sudah ada. Kita juga pernah lihat. Sudah lah lebih baik kita ke rumah orang tua kamu. Ok. Jangan bantah sayang. Please. Aku sudah atur semua dan kamu tinggal terima beres.
Tina bersikap tenang. Mereka berdua sudah sama-sama keras kepala, tapi pada akhirnya Tina juga yang harus mengalah. Tina memilih manut saja. Mungkin dia akan memujuk suaminya di hari lain.
Mereka sudah 10 tahun hidup di Malaysia. Anak-anaknya pun lahir di negara asing itu. Sudah nyaman dengan suasana lingkungan tempat tinggal mereka. Tina memang tidak pernah ingin kembali ke negara asalnya. Bahkan dia pernah berjanji, dia tidak akan kembali ke negara itu.
Tina ingat di masa lalu. Di waktu awal pernikahannya. Dia bersyukur, Roni membawanya keluar merantau menjauhi keluarga besarnya di Medan. Dia sudah melihat bagaimana kuasa orang tuanya yang sangat mempengaruhi kehidupan perkawinan kakak-kakaknya.
Mereka mulai hidup di Malaysia. Sayangnya Roni yang dilahirkan yatim piatu sangat terkesan dengan keramahan orang tua Tina. Setiap minggu ada saja waktu Roni menghubungi keluarga mertuanya itu. Karena itu juga, setiap tahun orang tua Tina rajin datang mengunjungi keluarga Tina.
Tina tidak mempermasalahkan dengan kunjungan itu. Toh bagi Tina, kehidupan yang dimilikinya sekarang memang adalah hasil kerja keras dirinya dan suaminya. Dia tidak pernah sedikitpun mengeluh tentang kehidupan rumah tangga mereka kepada orang tuanya. Bahkan ketika mereka sedang mengalami krisis keuangan, Tina berusaha keras untuk tidak meminta apapun kepada orang tuanya. Mereka lebih rela meminjam duit kepada kenalan mereka, daripada Tina harus memberitahu kesusahannya kepada orang tuanya. Tina tau, menceritakan kelemahan rumah tangganya hanya akan memberikan kesempatan kepada orang tuanya memburukkan Roni.
Tina dan Roni memang berprinsip, sebisa mungkin mereka akan mengusahakan yang terbaik untuk keluarga mereka. Mereka tidak ingin ada pihak lain yang merasa terbebani dengan penikahannya. Dan selama 10 tahun, Tina dan Roni berhasil tidak menerima bantuan dari keluarga mereka. Mereka tetap baik-baik saja. Walaupun hidup mereka pas-pasan, tapi mereka tidak pernah kekurangan uang.
Sebagai pendatang yang datang dari negeri tetangga, Tina tau, Roni sangat bekerja keras demi mempertahankan kontrak kerja dengan perusahaan tempatan. Tina tidak salah memilih suami. Dibalik sikap keras kepalanya, Roni adalah suami yang bertanggung jawab. Roni juga membesarkan anak-anak mereka dengan tegas dan kasih sayang.Sampai 10tahun perkawinan, Tina dan anak-anaknya tidak pernah kelaparan. Mereka memang pernah kekurangan uang, diawal perkawinan mereka. Tapi semua bisa diselesaikan sesuai dengan kesabaran dan kesederhanaan Roni dan Tina.
Setiap setahun sekali, perusahaan akan mereview kontrak kerja Roni. Tapi kali ini sudah menginjak tahun ke 10. Itu adalah batas maksimum kontrak tahunan Roni. Tina pun tahu, kecil kemungkinan bagi Roni untuk mendapatkan sambungan kontrak untuk tahun depan.
Untuk kehidupan sosial Roni dan Tina juga sebenarnya tidak terlalu buruk. Mereka ada beberapa kawan baik, yang sebenarnya bersedia membantu mereka. Tapi Roni berumur 34 tahun. Ego muda Roni yang membuat Roni menolak meminta bantuan kepada orang lain. Kalau Tina selalu menanyakan kenapa Roni sulit sekali meminta bantuan orang lain, satu kalimat Roni.
“Jika ingin meminta bantuan, itu adalah cerita tentang hidup mati. Jika kita belum sekarat, maka kita harus menggunakan usaha sendiri. Jangan mudah menyerah.”
Sedangkan Tina yang berusia 30 tahun, hanya bisa patuh dengan aturan Roni. Roni menganggap dirinya sebagai kepala ruamh tangga. Maka Tina harus lebih banyak mengikut dengan aturan Roni.
Tina tidak ingin bertengkar malam ini. Tina kembali ke kamarnya. Sudah ada anak nomor 4 dan 5 dikamar kecil itu. Sedangkan anak nomor 1,2,3 tidur dengan Roni di ruang depan.