Ke Anyelir

Maryam Badrul Munir
Chapter #2

Chapter 2 Tanjung Rejo

Tina dan Roni berbicara berdua di halaman belakang. Sudah tiga hari mereka tinggal di rumah orang tua Tina. Ini memalukan bagi Roni. Dia tidak pernah suka menumpang di rumah orang lain. Roni sudah tidak sabar ingin memulai hidup barunya di Medan. Tapi sepertinya mertuanya masih belum menceritakan apapun dengannya. Perlahan dia menyadari ketakutan Tina terhadap orang tuanya. Tapi Roni masih menetralkan hatinya, berharap orang tua Tina akan menepati janji mereka

Roni : Sayang, sebaiknya kamu mulai bincangkan rencana kita. Apakah ayah pernah bertanya tentang rencana kita?

Tina menggeleng. Dia tau. Akhirnya Roni gelisah dengan sikap plin plan orang tuanya. Sedari awal Tina sudah mengingatkan Roni kalau orang tuanyanya benci dipaksa.Tina tau, Roni tidak pernah suka dengan ide tentang membuang waktu. Roni tidak nyaman melihat anak-anaknya memiliki jadwal yang tidak teratur. Ini sudah jauh dari aturan keluarga mereka.

Tina  : Aku akan bicarakan dengan ayah. Kamu sabar. Ok.

Roni : Tolong sayang. Aku cukup takut bahwa kita hanya menghabiskan waktu disini.

Tina  : Tapi aku tidak janji apakah ayah dan ibu akan mendengarkan aku.

Roni : Kamu pujuk ayah. Aku tak mau kita disini lama-lama.

Tina mengangguk. Ditinggalkannya Roni. Tina masuk ke kamar ayah ibunya. Roni kembali ke anak-anaknya. Anak-anaknya sedang belajar dengannya. Setengah jam kemudian. Tina hanya mengangguk ke arah Roni. Dan kembali ke dapur.

Malam itu setelah anak-anak tidur, seluruh keluarga berkumpul. Anak menantu semua berkumpul diruang besar. Tanpa cucu.

Ayah : Ok sekarang Roni sudah bergabung dengan kita. Ayah akan berikan Roni rumah ruko yang sedang ayah bangun.

Roni tersenyum. Tapi tidak dengan saudara-saudara Tina. Dari awal, mereka tidak suka dengan kepulangan Tina.

Ayah : Roni ceritakan rencana kamu?

Roni : Aku dan TIna berencana buka kedai. Anak-anak kami banyak. Mungkin kami bisa buat pasokan barang jualan dari luar negeri.

Ayah : Bagus juga ide kamu.

Roni tersenyum. Setidaknya ayah mertuanya sudah memberikan lampu hijau kepadanya.

Ayah : Sengaja aku kumpulkan kalian, supaya kalian semua saling bantu. Ayah suka kita semua berkumpul. Kedepannya ayah harap kalian saling akur. Esok Roni dan Tina akan ikut ayah dan ibu ke rumah baru. Ok.

Roni : Terimakasih untuk semuanya, abang-abang, kakak-kakak dan adik sekalian. Harap kita bisa saling bantu disini.

Kiki adalah adik termuda, Tina. Eva istrinya. Kiki adalah anak kesayangan dari Ibu dan Ayah.

Eva  : Bang, masak kakak kamu bisa ngedapatin ruko itu?

Kiki : Kenapa rupanya? Memang dari hari tu Ayah udah bilang itu untuk Tina.

Eva  : Abang gak lihat. Mereka ada rencana yang bagus. Ah setelah dipikir-pikir, rumah itu sangat strategis. Dekat tepi jalan. Kenapa gak kita aja yang dapatin ruko itu.

Kiki : Tapi itu untuk Tina. Gimana? Lagian ibu kan uda bilang akan bantuin kita. Gak usa ganggu yang itu deh.

Eva  : Abang. Aku maunya rumah itu juga. Kamu ngomong ke ibu. Kita ambil ruko. Biar kakak mu ambil rumah lama kita. Kan yang penting kakak mu masih ngedapatin rumah itu. Rumah itu juga gak kalah gede. Hanya saja aku gak betah dengan gang kotor itu.

Kiki : Sudahlah. Itu kan ruko kakak. Kakak juga baru pulang. Kita bertahan aja dengan rumah kita. Gimana?

Eva  : Kamu gak sayang dengan aku. Ayolah. Kita pindah ke ruko. Titik. Pujuk ibu.

Kiki hanya diam.

****

Esoknya Ayah Ibu mengajak Tina, Roni dan anak-anak mengunjungi ruko yang sudah hampir siap. Roni bahagia. Dari semalam dia tidak tidur. Ayah ibu melihat cucu mereka berlarian.

Ibu  : Anak-anak ini rumah kalian.

Anak-anak Tina dan Roni berlarian ke sekitaran rumah. Ruko itu cukup luas untuk mereka. Lima anak dan mereka berdua. Dengan ruko tiga lantai. Dalam pikiran Roni sudah merencanakan banyak hal untuk ruko itu. Tina hanya menatap senyum dengan ekspresi Roni. Walaupun sebenarnya didalam hatinya, dia ragu dengan kebaikan hati orang tuanya. Dia tau seperti apa orang tuanya Tapi dia mencoba menepiskan prasangka buruknya. Orang tuanya tidak seburuk itu.

Dalam sejam mereka mengelilingi rumah. Puas Tina dan Roni melihat-lihat keadaan rumah. Roni ada tabungan selama dia kerja di Malaysia. Dia akan gunakan tabung itu untuk mengisi rumah mereka.

Setelah urusan mereka selesai, rombongan Tina kembali ke rumah orang tuanya. Tina melihat mobil Kiki. Perasaannya tidak enak.

Kiki : Kalian dari mana kak?

Tina : Dari rumah baru.

Tina tersenyum dan masuk ke dalam rumah.

Kiki : Ibu ayah, aku mau ngomong dengan kalian. Bisa?

Tina melirik ke arah Eva dan Kiki. Sesuatu akan terjadi. Ada yang tidak beres.

Kiki, Eva, Ayah dan Ibu masuk ke dalam kamar tidur. Sedangkan Roni masuk dengan anak-anak. Tina cemas. Pasti sesuatu akan terjadi.

****

Setelah malam, Tina dan Roni dipanggil. Hanya berdua.

Roni : Malam ibu. Kok belum tidur?

Tina menatap muka ayahnya. Muka rasa serba salah. Tina tau. Dia paham ekspresi ayahnya.

Ibu   : Kami belum mengantuk. Aku ingin ngobrol dengan kalian.

Roni : Baiklah.

Roni memegang tangan Tina duduk di depan orang tua mereka.

Ibu   : Ibu harap kalian tidak kecewa.

Roni tersenyum.

Roni :Tidak mungkin ibu. Ibu sudah membantu kami. Dengan hari ini rumah baru untuk kami….

Ibu  : Mengenai itu… ibu akan berikan ruko untuk Kiki.

Jeder… perkataan itu terasa seperti bom meletus kepada Tina. Akhirnya. Tina sudah tahu arti kedatangan Kiki. Sepertinya kejadiannya masih seperti dulu. Saudaranya tidak pernah suka jika Tina memiliki barang bagus. Tina sedih? Tidak. Selama 20 tahun dia sudah terbiasa dengan ketidak adilan dirumah itu. Tina melirik muka Roni. Roni membatu. Tina tau, tentu Roni terkejut.

Ibu : Ibu harap kalian tidak protes. Kalian tetap akan mendapatkan rumah. Esok kalian pindah. Kalian akan pindah ke rumah Kiki. Kiki akan pindah di rumah ini. Sampai ruko itu siap.

Roni : Tapi ibu, kami sudah ada rencana untuk ruko itu…

Ibu : Tapi Kiki lebih membutuhkannya. Ibu akan berikan modal yang lain. Jangan risau. Maaf ibu tidak bisa tepati janji. Tapi bisnis kalian nti bisa kalian lakukan di rumah Anyelir. Gimana?

Tina memegang tangan Roni. Wajah Roni berubah.

Tina : Tidak apa ibu. Terimakasih kami terima.

Ayah : Jangan risau Roni. Rumah di Anyelir akan ayah perbaiki untuk kalian. Ok.

Tina mengangguk. Mereka berpamitan. Tina terus memegang tangan suaminya sampai di kamar.

Roni : Kenapa bisa begitu orang tua kamu?

Roni seperti menahan marah.

Tina : Kamu baru tau? Aku sudah lama tau. Itu alasan kenapa aku tidak mau pulang. Kamu sudah lihat sisi ini dari orang tua ku.

Roni diam.

Tina : Sudahlah. Yang penting kita segera keluar dari rumah ini. Kamu juga tidak suka kita tinggal di rumah ini kan. Kita dapatin rumah. Esok kita beresin barang kita. Kita masih bisa buat kerjaan lain di rumah Anyelir.

Roni : Tapi tetap saja...

Tina  : Aku harus bagaimana. Itu keinginan ayah dan ibu. Sudahlah. Kita terima saja. Aku benci protes. Mereka tidak akan mendengarkan aku.

Roni hanya mendengus kesal. Tina tau kekecewaan Roni. Tapi Tina tidak ingin memikirkan kesedihannya. Anak-anaknya perlu sekolah. Tina memilih tidur. Bergabung dengan anak-anaknya. Ditinggalkannya Roni sendirian yang masih kesal. Tina tau masih banyak masalah lain yang akan dihadapinya.

****

Mereka akhirnya tetap pindah rumah. Ke jalan Anyelir. Roni hanya bisa bermuka biasa saja di depan ayah mertuanya. Dia menurut saja dengan cara Tina. Setidaknya mereka mendapatkan rumah berteduh.

Anak-anak mendapatkan kamarnya. Dua hari kemudian, Roni mendaftarkan anak-anak mereka ke sekolah baru. Mereka benar-benar mulai menata lanjutan hidup mereka.

****

Sudah setengah tahun. Tapi seperti kejadian yang berulang. Ayah dan Ibu lagi-lagi tidak menepati janji. Tidak ada modal untuk usaha. Roni memutar otak. Dia mulai mencari lowongan pekerjaan sesuai dengan keahliannya. Dia sudah menjatuhkan banyak lamaran ke perusahaan dengan Tina. Sedangkan Tina tidak diizinkan bekerja.

Biaya hidup mereka selama setengah tahun ternyata membuat tabungan Roni berkurang banyak. Keperluan sekolah anaknya untuk 4 orang dan juga biaya hidup harian mereka.

Roni kebingungan. Dia sudah tidak ingin meminta dengan mertuanya. Jawaban yang akan dia terima masih sama. Yaitu, nanti. Roni memang sudah makan hati dengan sikap mertuanya.

Roni menatap anak-anaknya yang sibuk mengerjakan PR setelah makan malam. Dia dan Tina duduk jauh dari anak-anaknya.

Roni : Aku hubungi kawan-kawan kita di Malaysia.

Tina diam. Seharusnya Roni memikirkan hal itu ketika mereka masih di Malaysia.

Roni : Orang tua kamu tidak membantu apapun. Aku sudah kehabisan akal. Bagaimana menurut kamu?

Tina : Aku ikut aja. Mana menurut kamu yang terbaik.

Roni : Esok aku akan menelepon beberapa temanKamumu…. Kamu jangan beri tahu rencana ini dengan orang tua kamu. Aku tidak ingin mereka ikut campur lagi.

Tina mengangguk. Mereka berdua khawatir. Lima anak mereka sedang membesar. Selama mereka pindah, orang tuanya tidak membantu hal apapun lagi selain rumah itu. Roni melarang Tina untuk meminta kepada orang tuanya. Hasilnya, tabungan mereka semakin menipis. Mereka tidak bisa selamanya seperti ini.

****

Esoknya Tina yang mengantar jemput anak ke sekolah dan mengurus rumah. Dia membiarkan Roni fokus mencari pekerjaan dengan menelepon kawan-kawannya. Roni memerlukan ketenangan.

Roni berada di wartel. Dia membuka buku teleponnya. Disimpan nomor kawan-kawannya di buku cokelat tua kecil itu.

Roni mengangkat teleponnya. Dia berdoa. Dengan mata terpejam,

Roni : Tuhan, aku meminta padamu. Aku memerlukan pekerjaan. Luluhkan hati orang-orang yang sedang ku mintai tolong. Aku mohon Tuhan. Aku tidak bisa membiarkan keluargaku dalam kelaparan.

Amin amin amin.

Roni memegang telepon. Dia mulai menekan nomor telepon yang pertama dituju. Diatur suaranya dengan mode ramah. Telepon pertama.

Roni : Hai Pak. Ini saya Roni Dermawan. Iya Pak. Saya sekarang sudah berada di Indonesia. Saya sedang mencari pekerjaan. Uhm….

Telefon pertama dimatikan. Gagak. Roni diam. Ah. Roni bersabar. Ini masih telepon pertamanya. Roni menekan mengangkat telepon kali kedua. Ketiga. Keempat. Kelima. Dalam suaranya sudah bergetar lemah.

Roni : Hai Sandy.

Sandy : Iya ini siapa?

Roni : Ini Aku Roni Dermawan. Dari Bandung. Ingat?

Sandy : Roni? Dermawan? Ya Tuhan. Aku ingat. Kamu kemana? Aku cariin. Ya Tuhan. Kamu sehat?

Roni : Iya. Aku di Indonesia sekarang. Kamu..kamu sehat?

Sandy : Aku sehat. Kamu ini. Kalau mau pulang itu bilang. Aku gak tau. Aku uda lama cariin kamu. Kawan-kawan kita gak tau nomor kamu.

Roni : Maaf. Tapi aku sehat.

Sandy : Istrimu? Anak-anak mu?

Roni : Mereka sehat. Kami di Medan sekarang. Kamu datang lah kalau ke Medan.

Sandy : Baiklah. Baiklah. Aku akan datang. Terus gimana? Disana betah? Kerjaan kamu ok disana?

Lihat selengkapnya