Ke Biha-Biha Bukan Tanah Jahannam

Wijatnika Ika
Chapter #6

Rusa Bertanduk Sembilan

Dunia pada awal tahun 2020 diredam suatu ketakutan massal, sebab penyakit flu atau semacam sesak nafas akut akibat suatu virus modern menyerang warga sebuah kota di Tiongkok. Antonio Suparno mengetahui berita-berita itu dari Twitter. Ia merasa khawatir jika penyakit itu ikut terbang ke Jakarta bersama orang-orang yang datang dari Tiongkok melalui Bali untuk liburan. Tetapi Andromeda Girri menampik penyakit itu sebagai sesuatu yang berbahaya. Bagi perempuan itu flu ya flu saja, sebagaimana setiap orang biasanya mengalami flu saat musim penghujan atau kebanyakan minum air es.

Sebagai sahabat sejak berusia belasan tahun, Antonio Suparno dan Andromeda Girri memilih menghabiskan waktu bersama untuk mengisi liburan awal tahun. Bukan karena mereka ingin menghabiskan waktu bersama juga sih, melainkan karena tidak memiliki pilihan. Keduanya tidak memiliki keluarga sehingga sama-sama tidak memiliki alasan untuk pulang. Keluarga paman Andromeda Girri yang tinggal di Jakarta, sudah pindah ke Kalimantan sejak dua tahun lalu, saat perempuan itu mendapat kenaikan jabatan sebagai Manager Pemasaran. Sementara itu keadaan Antonio Suparno masih sama, di mana sang ibu tidak pernah bisa ia temukan.

“Udah deh, lo tuh jangan kebanyakan main Twitter, Babi Gunung!” begitu teriak Andromeda Girri dari dapur saat menyiapkan mie goreng untuk makan malam.

“Ya, soalnya cuma Twitter yang beritanya cepet kayak kereta Shinkansen,” bela Antonio Suparno, sembari terus berselancar di dunia maya melalui ponselnya.

“Percuma juga berita cepet kalau bikin lo gila!” Andromeda Girri kembali berteriak, kali ini disertai suara-suara ketukan lain yang sangat intens. Entah apa yang dia lakukan di dapur, pikir Antonio Suparno.

“Ya juga sih. Eh, kamu masak kok lama banget sih, Centong? Laper nih!” kini giliran Antonio Suparno berteriak karena perutnya sudah keroncongan.

Lima menit kemudian Andromeda Girri keluar dari dapur, membawa dua piring berisi mi goreng. Setelah meletakkannya di meja, ia kembali ke dapur kemudian membawa satu nampan kayu berisi satu ceret minuman berwarna hijau, dua gelas kaca, dan satu mangkok kecil kimchi buatannya sendiri minggu lalu.

“Ini es timun dengan selasih dan soda. Ini kimchiiiiiiii!” Andromeda Giri tertawa, memperlihatkan giginya yang putih bersih, sementara kedua pipinya memerah karena kepanasan saat memasak.

Perempuan ini selalu merasa bangga bisa berhasil membuat suatu menu yang belum pernah dibuatnya. Kali ini tentu saja dia membuat kimchi sawi khas orang Korea Selatan yang dilihatnya dalam banyak Drama Korea. Ia mengajari Antonio Suparno cara menikmati mie goreng dengan kimchi. Alasannya, jika kelak mereka jalan-jalan ke Korea Selatan sudah nggak mengalami gegar budaya.

“Tapi rasanya aneh, Centong!” Antonio Suparno berusaha menolak memakan kimchi dengan mie goreng. Lagi pula baginya terasa sulit makan menggunakan sumpit. Meski ia menekuni dunia Youtube bidang kuliner, ia lebih suka memakan mie menggunakan garpu ala orang Eropa.

“Bukan rasanya yang aneh, Lo aja yang berpikiran tertutup. Lo bisa makan ala Eropa tapi menolak ala Asia. Ingat, kita ini orang ASIA!” Andromeda Girri menyerahkan sepasang sumpit kepada Antonio Suparno agar lelaki itu belajar makan ala orang Asia Timur, dan berhenti memuja segala peralatan makan ala orang Eropa yang diwariskan oleh kolonial Belanda.

“Aku kan memang setengah Eropa. Ayahku orang Spanyol, tahu!” Antonio Suparno membela diri sembari terus menerus mengernyitkan kening karena dia tidak suka makan mie goreng menggunakan sumpit.

“Halah! Lo belum pernah sekalipun dijenguk Bapak Lo yang orang Spanyol itu, kan? Udah lah, realistis aja. Nggak udah bangga-banggain darah Eropa Lo sementara Lo sendiri nggak dianggap ada sama Bapak Lo!” Andromeda Girri menggurui sahabatnya itu untuk realistis.

“Ya ya ya,” Antonio Suparno megangguk, lalu melahap mie goreng dengan susah payah menggunakan sumpit.

“Kata nenek gue nih ya, ayah gue tuh ada keturunan Portugisnya gitu. Makanya muka gw unik kayak gini. Tapi kan tetep aja ayah gue ninggalin gue dan emak gue nggak mau mengakui gue sebagai anaknya saat dia punya keluarga baru,” Andromeda Girri berusaha menjelaskan kepada Antonio Suparno agar tidak berharap banyak pada orangtua yang dengan sengaja meninggalkan anak-anaknya sendiri.

“Hmmm,” Antonio Suparno berdehem, kemudian mengambil gelas berisi minuman serut timun yang segar dan manis.

“Ayah gue namanya Beriman. Ingat, B-E-R-I-M-A-N. Tapi nggak ada iman. Mana ada lelaki beriman ninggalin anak istrinya,” celetoh Andromeda Girri tak henti.

Lihat selengkapnya