Hari ini jadwal bimbel bahasa Inggris. Sayangnya, ayah tidak bisa mengantar karena ada urusan penting dengan rekan bisnisnya. Padahal biasanya Tika suka diantar Ayah. Sementara Mama sedang sakit. Selain itu Mama juga tidak bisa menyetir motor.
"Bagaimana kalau kamu naik angkot saja. Masa udah besar harus diantar-antar terus," saran Mama.
Tika berpikir tidak ada salahnya dia naik angkot. Hitung-hitung mencari suasana baru. Maka dia pun meminta uang untuk ongkos kepada Mama. Tak lupa mengecup pipi Mama dan berangkat dengan sedikit khawatir. Sebelumya dia belum pernah bepergian sendirian. Jika naik kendaraan umum dia selalu bersama orangtuanya.
Tika menunggu angkot di pinggir jalan. Uh, hari ini benar-benar panas menyengat. Musim. Kemarau memang sedang di puncak. Tak berapa lama, sebuah angkot berwarna hijau datang dari arah barat. Tika melambaikan tangannya. Angkot itu menepi dan Tika masuk ke dalam, duduk paling pojok supaya bisa leluasa melihat ke arah belakang.
Sepuluh menit perjalanan, tatapan Tika terpaku pada seorang anak perempuan yang tengah berdiri di pinggir jalan. Anak perempuan itu membawa kecrekan. Mulut kecilnya tampak tengah bersenandung di pinggir jalan. Ketika lampu merah tiba, dia beranjak ke tengah jalan, melanjutkan nyanyian, setelah menyorongkan plastik alumunium ke arah pengendara yang sedang menunggu lampu hijau.
Tika terperangah. Tidak salah lagi. Itu Asri. Asri sedang mengamen.
Jantung Tika berdetak lebih kencang. Apakah dia harus turun dari angkot untuk menemui Asri atau melanjutkan perjalanan? Hatinya bimbang. Tapi pada akhirnya dia membuat sebuah keputusan.
"Pak Sopir! Kiri!"
Angkot pun berhenti di pinggir jalan. Dengan tergesa, Tika turun dengan agak kesulitan karena penumpang yang lumayan penuh.
"Permisi," bisik Tika ketika dia melewati ibu-ibu tambun yang membawa keranjang belanja.
"Maaf," bisik Tika ketika kakinya tidak sengaja menginjak kaki seorang kakek-kakek yang membawa tongkat.
Kakek itu hanya meringis sekaligus tersenyum. "Buru-buru amat sih, Neng."
Tika turun, kemudian menyerahkan ongkos lewat jendela. Uang pas.
Dia berlari ke arah lampu merah itu dan berharap bisa berjumpa dengan Asri. Dia akan bertanya kepada Asri kenapa dia tidak sekolah? Dia juga akan bertanya tentang apa yang dia lakukan selama ini.
Tika berlari dengan napas terengah. Lampu merah itu berjatak 80 meter dari tempat angkot itu menurunkannya. Tapi...Tika kecewa. Asri menghilang. Apakah Asri sadar bahwa ada Tika di sana? Lalu dia melarikan diri karena tidak ingin bertemu dengan teman sebangkunya itu? Ah, Tika benar-benar tidak habis pikir.
Tika harus kembali ke tempat bimbel dengan perasaan kecewa. Dia kembali menyetop angkot. Tujuh menit setelah itu dia tiba di tempat bimbel dengan hati yang kosong. Benaknya masih sibuk memikirkan Asri. Kak Chintya, pemilik bimbel sekaligus Guru bimbel menyambut kedatangannya dengan senyuman. "Tumben sendirian. Naik apa ke sini?"
"Naik angkot," jawab Tika.
"Oh, pantas saja kelihatan bad mood," seloroh Kak Chintya. "Kamu terlambat sepuluh menit. Tapi nggak apa-apa, kok."
Tika berusaha fokus belajar dan berusaha mengenyahkan pikiran tentang Asri. Dia berjanji besok akan datang ke perempatan itu untuk mencari Asri.
***
Keesokan harinya, sepulang dari sekolah Tika pamit kepada Mama. "Lho, mau ke mana?" tanya Mama keheranan. Bagaimana tidak heran, sepulang sekolah Tika biasanya lebih memilih berdiam di rumah. Apalagi dalam keadaan cuaca panas seperti sekarang ini. Ini tentu di luar kebiasaan Tika.