Kebahagiaan yang tak Berujung

heikal irsyad
Chapter #3

C. PERASAAN BERSALAH

Tidak aku menyangka jika perjalanan menuju rumahnya terasa begitu cepat, padahal selama perjalanan ini aku tidak terlalu memacu motorku dan justru malah sedikit aku pelankan laju motorku ini agar aku bisa lebih lama lagi menikmati satu malam indah yang diberikan oleh Tuhan kepadaku. Selama perjalanan menuju rumahnya tidak sedikit kami mengobrol, pipinya yang menempel pada bahuku seakan menjadi pelengkap dalam obrolan kita dimalam yang semakin terasa dingin itu. Tidak jarang Rhisma mencubitku dari belakang karena aku sering kali berpura-pura tidak mendengarnya ketika berbicara, aku tau dia pasti kesal ketika aku melakukan ini namun aku ingin menikmati sifat manjanya itu sebelum menutup kebersamaan kita pada malam ini.

Tunggu dulu.. aku tersadar, ketika aku nanti sampai dirumahnya tentunya aku akan bertemu dengan orang tuanya kan..? Memang tidak harus aku bertemu dengan orang tuanya, bisa saja aku sesampainya disana menurunkannya dia dan bergegas pergi dari situ dengan beralasan sudah cukup malam. Tetapi hatiku berkata “Bukannya itu tidak sopan?” memang benar tidak sopan, tetapi dengan posisiku yang sekarang. Belum memiliki pekerjaan, belum memiliki penghasilan, snggupkah aku bertemu dengan orang tuanya..?.

Jika aku memikirkanya sendiri, dan memendamnya sendiri tentunya aku akan melamun dan akan kehilangan konsentrasiku dalam obrolan kita selama itu. Aku pun langsung bertanya pada Rhisma.

“Sayang, apa aku harus ketemu orang tuamu nanti sesampainya disana dan pamit pulang..?”

“Hmm.. ya haruslah, nanti mamaku kira aku pulang sama laki-laki lain dan itu sudah bukan kamu, apa kamu rela..?”

“Ya engga sih sayang.. cuman kan kamu tau posisiku..”

“Posisi..? oh kamu minder ya.. tidak usah khawatir sayang, keluarga aku tidak hanya melihat materi saja kok..”

“Benar ya..?”

“Aku ini putri mereka, aku tau sifat keluarga aku terutama mamaku.. jadi tenang aja deh..”

           Sekejap perkataan Rhisma membuatku tenang dan membuatku merasa aku memiliki “pegangan” untuk menghadapi sesuatu yaitu orang tuanya saat aku bertemu nanti. Memang benar jika memikirkannya sendiri tidak akan ada jawaban, aku bersyukur bisa langsung bertanya padanya dan bagaimana seharusnya aku bersikap nanti.

Lihat selengkapnya