"M...M...Ma...Maaf, aku cuma ingin memetik bunga krisan ini," ucapku terbata-bata. Aku menoleh untuk melihat siapa yang sudah membuat bulu kudukku berdiri. Ternyata yang memegang pundakku adalah orang yang aku kenal.
"Tante, ngapain Tante disini?" Tanyaku kaget.
"Kamu, Sevin, yang ngapain ada disini? Bukannya kamu tadi di rumah ya, kok kamu keluyuran sampai kesini? Nenek tahu nggak kalau kamu ada disini?"
Aku yang masih berusaha memenangkan jantungku, menjawab pertanyaan tante, "Aku mau jemput Tante. Bosen aku di rumah, makanya aku disini sekarang." Aku menjelaskan tujuanku yang memang ingin menjemput tante Marwah.
"Kata Ibu-Ibu yang berpapasan denganku tadi, Tante mau ke warung. Terus aku ikut petunjuk dari Ibu tadi." Aku lupa tadi aku tidak menanyakan siapa nama ibu yang menolongku tadi.
"Lah terus kok kamu malah berada di perkebunan Pak Pramadana? Kamu jangan belok-belok gini dong kalau keluar, kamu kan nggak hapal dengan jalanan disini. Nanti kalau tersesat seperti kamu waktu kecil gimana?"
"Habis disini bunganya indah banget, Te. Makanya aku mampir untuk meminta sedikit saja bunga disini," terangku.
"Kamu ngambil bunga disini, emang udah minta ijin sama pemiliknya?" Tanya tante Marwah.
"Oh iya, aku lupa, Tante. Habisnya ketika aku melihat perkebunan disini, bunga-bunga disini seperti memanggilku untuk memetiknya," tuturku beralasan. Sebenarnya aku takut kalau harus meminta ijin sama pemiliknya. Selain aku tidak mengenal orang-orang disini, nenek juga pernah bercerita kalau keluarga Pak Pramadana termasuk orang yang disegani di tempat ini. Nenek pernah berkata untuk tidak memasuki tempat Pak Pramadana jika tidak berkepentingan. Masak iya, aku yang hanya ingin mengambil sedikit bunga miliknya harus menemui Pak Pramadana terlebih dahulu untuk meminta ijin.
"Kalau begitu ayo kita minta ijin dulu sama yang punya. Biar tante anterin."
"Nggak mau, Te, aku takut. Kata Nenek kan kita nggak boleh ke rumah itu," ucapku panik.
"Kamu ini, nggak baik tahu mengambil tanpa minta ijin pemiliknya, dosa loh, Sevin."
Dengan terpaksa, aku mengekori tante Marwah ke rumah yang sangat besar itu. Hamparan warna warni bunga yang saat ini sedang kulewati, benar-benar memanjakan mataku. Betapa banyaknya kupu-kupu yang sedang terbang kesana kemari di atas jutaan bunga yang ada disini.
"Kalau ini sih mirip istana di negeri dongeng yang dulu sering aku mimpikan," ucapku dalam hati. Aku mengingat-ingat sewaktu aku kecil, aku sering bermimpi memasuki rumah yang sangat besar bak istana. Di depan rumah itu, banyak sekali bunga dan pepohonan yang bertebaran dimana-mana. Tapi mimpi itu terlihat samar, mungkin karena aku sudah dewasa sehingga aku mulai melupakan mimpi itu.
Tiiiinnnggg ... tuuuunnnggg ....