Lelaki Menor sudah tahu ketiadaan pemimpin ketika dia dipaksa membuka celana di depan Ibunya yang sudah dipukuli habis-habisan. Beberapa lelaki berseragam menikmatinya malam itu. Sepertinya mereka sudah bosan dengan perempuan.
Dia mempertanyakan keberadaan seseorang yang mampu membantunya, tetapi pertanyaan itu menggantung di kehampaan. Pada akhirnya, Lelaki Menor menyadari bahwa hidupnya telah berubah sejak dia menurunkan celana.
Pada pagi ketika dia melihat beberapa tetangganya keluar dari rumah membawa tas-tas besar, Lelaki Menor memutuskan untuk mengikuti mereka. Dia tidak membawa apa pun dari desa kecuali pakaian dan sobekan daster ibunya di dalam saku.
Di perahu, dia mendengarkan orang-orang berbisik tentang seorang tiran yang akhirnya mengundurkan diri dari jabatan dan membuat kekacauan di luar sana. Kekacauan itu membuat penjagaan di luar desa menjadi longgar sehingga mereka bisa pergi ke kota hari itu. Banyak dari mereka adalah orang dewasa, Lelaki Menor sendiri pasti terlihat seperti orang dewasa karena wajahnya memang agak tua. Padahal malam itu, dia baru menginjak usia 15 tahun. Jantungnya berdenyut nyeri ketika memandang jauh ke belakang, pada 15 tahun pertama dia menjalani kehidupan.
Lelaki Menor tidak tahu harus ke mana ketika sudah sampai di kota, orang-orang langsung berpencar menuju tujuan masing-masing. Awalnya dia mengintil satu keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan kakek. Mereka bertiga pura-pura tidak menyadari telah diikuti Lelaki Menor, tetapi ketika sudah sampai pada gang-gang kecil, ketiga orang itu menyuruh Lelaki Menor berhenti atau mereka akan melakukan kekerasan padanya.
Sudah cukup Lelaki Menor mendapat pukulan, dia tidak mau lagi memulai semuanya dengan kekerasan ketika baru sampai di tempat baru. Akhirnya dia berbalik dan duduk di bawah sebuah bangunan. Dia memandang langit kota yang gelap, jalanan yang ramai oleh kendaraan, dan bangunan-bangunan asing yang tampak menguasai setiap jengkal udara.
Selama berhari-hari dia hanya berjalan dari satu tempat ke tempat lain, mencari makanan di tong sampah, dan tidur di trotoar sepi atau di bawah emperan toko. Selama hari-hari yang menyiksa itu, dia semakin mengenal kota yang ditinggalinya sekarang. Ternyata kalau diibaratkan, desanya adalah katak dalam tempurung sedangkan kota ini adalah dunia yang terjebak dalam diri katak. Setiap kejahatan, kebaikan, kerakusan, kehampaan, kesedihan, kepedihan, kesepian—bercampur dalam satu udara kental dan berwujud sebuah sosok manusia dengan segala tingkahnya. Sudah berkali-kali Kecoak menyaksikan pencopetan, pemukulan, kebaikan dari orang asing, dan ketakutan yang terpancar dari setiap mata perempuan.
***
Mak Sri memelototinya. “Sudah jangan ditarik. Kamu cuma perlu goyang-goyang dikit. Coba goyang.” Lelaki Menor memutar pinggulnya, mengentak bokongnya agar bergoyang, dan menatap Mak Sri dengan ragu.
Mak Sri tersenyum. “Sudah bagus. Sana, keluar. Cari duit.”
Sudah dua hari Lelaki Menor berada di klub malam bernama Kucing Manja, tetapi ini pertama kalinya dia memakai kostum kucing seksi dan keluar mencari mangsa.
Mak Sri menemukannya setelah tiga minggu dia hanya berjalan-jalan di sekitar kota, mereka bertemu saat Lelaki Menor mengais makanan di tempat sampah dan berbagi dengan kucing-kucing liar. Mak Sri yang sedang ingin membuang sampah langsung prihatin dengan Lelaki Menor, apalagi setelah dilihat-lihat anak itu cukup enak dipandang. Setelah itu, Mak Sri membawa Lelaki Menor ke rumahnya dan memberinya makan. Lelaki Menor tidak makan dengan rakus meskipun sangat kelaparan, dia selalu ingat nasihat Ibunya untuk makan perlahan agar bisa menikmati makanan.
Malam itu juga, Mak Sri mengajak Lelaki Menor ke klub malam miliknya dan menunjukkan penari serta pelayan yang memakai kostum kucing. “Mau bekerja seperti mereka gak?”
“Tapi saya lelaki,” jawab Lelaki Menor dengan logat desanya.
“Tuh, lihat penari yang dikerubungi pria-pria gendut?” Telunjuk gemuk Mak Sri menuding seorang perempuan cantik di dekat meja bar. “Dia cowok,” lanjut Mak Sri sambil menepuk pantat Lelaki Menor. “Asalkan kamu tahu menjadi wanita, pria-pria itu gak bakal tahu. Nanti Mak ajarin.”
Dan, begitulah. Lelaki Menor diajarkan menjadi wanita. Bergoyang, tersenyum, membungkuk, tertawa, mengecilkan suara, dan menggoda.