Satu hal yang sangat luar biasa yang tertuang dari sebuah pemikiran gila. Seorang gadis tinggi semampai berkulit putih dengan berat badan ideal yang hidupnya dipenuhi dengan ke-klasikan, bakatnya menyusun sebuah kalimat ciamik yang dikagumi banyak orang. Sangat menyukai alam & segala tantangan yang ada didalamnya. Sampai pada suatu masa tulisannya mempertemukan ia dengan seorang laki-laki yang berhasil mendobrak hatinya. Gretha Anora Zhu bertemu dengan seorang jaka yang bernama Irsyad Hakam Bayu Pamungkas.
Sebulan setelah kejadian demonstrasi yang terjadi di ibu kota Jakarta, telah berhasil membuat banyak orang kehilangan banyak hal. Termasuk yang dialami oleh gretha. Walaupun situasi sudah mulai tenang dan stabil tetapi hatinya tidak bisa berbohong bahwa ia masih sangat sedih atas kejadian yang menimpa adiknya. Sampai pada akhirnya ia tetap fokus menyelesaikan tulisannya terkait latar belakang terjadinya aksi demonstrasi tersebut. Tulisannya ia publish di salah satu majalah pers mahasiswa.
“Pada dasarnya kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti dimana empat mahasiswa Univesitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Hal ini pun mengakibatkan penurunan jabatan Presiden Soeharto, serta pelantikan B.J Habibie. Etnis tionghoa banyak menjadi korban dalam peristiwa ini, karena etnis tionghoa mendominasi perekonomian. Sehingga menimbulkan status kewarganegaraan dan sentimen anti-tionghoa. Berdasarkan hasil pengumpulan dan verifikasi data yang saya lakukan bersama tim mahasiswa lainnya, sebanyak 85 tindak kekerasan seksual diarahkan kepada perempuan tionghoa, 52 diantaranya adalah kasus pemerkosaan. Sedangkan 14 orang menjadi korban pemerkosaan dengan penganiayaan, sepuluh korban penyerangan seksual, dan sembilan korban pelecehan seksual mereka diantaranya adalah Grazelle Arabella Zhu (siswi SMA berusia 17 tahun yang mengalami tindakan pemerkosaan serta kasus kekerasan seksual pada 14 Mei 1998), Aurelia Adhisti (Seorang aktivis wartawan perempuan dinyatakan hilang karena pemerkosaan massal 14 Mei 1998), Ayudia Afifah (seorang mahasiswi Trisakti yang bunuh diri akibat pemerkosaan massal 14 Mei 1998), Ita Martadinata (seorang aktivis HAM Indonesia berusia 18 tahun menjadi korban pemerkosaan massal 14 Mei 1998) satu-satu nya perempuan yang berani bersaksi. Sisanya ada 168 korban kekerasan seksual yang melapor dan namanya masih dirahasiakan serta masih dilaporkan hilang.”
Gretha adalah sosok perempuan yang sangat berani untuk speak up tentang isu-isu politik yang terjadi diindonesia, tak heran jika tulisannya selalu dinantikan oleh seluruh mahasiswa Indonesia, karena selalu mengungkap fakta yang mencengangkan. Salah satu tulisannya yang sangat ciamik dan menyindir pemerintahan yaitu
“Sedikit saja bicara masuk penjara atau hilang dilautan tanpa berita, mendarat tanpa nyawa. Bahkan seorang wanita berbicara dengan membara diperkosa, kita bukan boneka! Yang bisa dipermainkan seenaknya saja. Untuk speak up tidak harus menunggu back up!”
Tak ayal tulisannya selalu membawa kontroversi dan sangat beresiko tinggi terhadap dirinya sendiri, selain menulis tentang kejadian latar belakang demonstrasi tersebut, semata-mata tulisan itu juga ia dedikasikan untuk mengangkat harum nama adiknya yang telah meninggal dengan cara tidak wajar. Melalui tulisannya ia ingin mengungkap siapa dalang dibalik pemerkosaan massal tersebut.
Selama 21 tahun perjalanan hidupnya gretha tidak pernah mengenal cinta selain dari pada kasih sayang yang ia dapatkan dari kedua orang tuanya serta adik tercinta nya. Gretha adalah seorang perempuan yang ingin terus menggali dalamnya sumur ilmu pengetahuan terlebih dibidang sastra. Ia Sangat menyukai ragam seni sastra yang ia tuangkan dalam sebuah kata. Seringkali meditasi menjadi hal favorit yang sering ia lakukan sebelum tidur. Namun ditengah perjalanan ia bertemu dengan seorang jaka tampan yang hampir menggoyahkan langkahnya.
Hakam : “Gretha ......” dari arah kejauhan ada seorang laki-laki yang memanggil gretha dari arah koridor kampus ketika ia akan berjalan menuju perpustakaan.
Gretha : “Iya ada apa?” gretha menyaut berbalik badan ketika jarak laki-laki tersebut semakin mendekat kepadanya.
Hakam : “Kamu ingin ke perpustakaan?”
Gretha : “Iya, kenapa ka?”
Hakam : “Aku juga sama, kita bersama kesana ya. Ada hal yang ingin aku tanyakan dan diskusikan bersama mu.”
Gretha : “Baiklah, tapi tentang hal apa kak? Kamu ini kan mahasiwa hukum, apa yang ingin ditanyakan kepadaku? Sedangkan aku awam tentang hal itu.”
Hakam : “Nanti aku tanyakan setelah kita sampai diperpustakaan.”
Dengan wajah bingung gretha pun hanya mampu mengangguk mengiyakan apa yang disampaikan oleh kating nya tersebut.
Irsyad Hakam Bayu Pamungkas, seorang mahasiswa aktif presiden BEM Universitas Indonesia, semua mahasiswa pasti mengenalnya. Terlebih dia ikut andil dan mengambil peran dalam kejadian demonstrasi dibulan Mei kemarin. Ia pun dikenal dengan segudang prestasi nya dalam keahliannya dibidang hukum, saat ini perjalanan studi nya sudah sampai di tahap menyusun skripsi dan setelah ini ia akan merencanakan studi S2 nya ke luar negeri.
Sesampainya diperpustakaan hakam bersama gretha mengambil buku yang ingin mereka pinjam dan duduk dikursi serta meja perpustakaan yang saling berhadapan.
Hakam : “Baiklah gretha, terus terang aku tidak suka basa basi. Aku mengagumi tulisanmu, aku kerap kali selalu mengikuti info terbaru dari isu-isu yang sedang kamu angkat. Kali ini tulisan yang sedang kamu angkat ada keterkaitan nya dengan latar belakang penyusunan skripsi ku. Jika kamu bersedia, apakah kamu bisa membantuku untuk memberikan informasi terkait kasus pemerkosaan yang sedang kamu angkat?” Gretha cukup terdiam mendengar pernyataan tersebut. Yang ada di pikirannya saat ini adalah
Gretha : “kenapa seorang hakam bisa meminta bantuan kepada ku untuk menyusun penelitian skripsi nya, sedangkan masih banyak relasi dia yang lebih paham tentang hal ini.”
Gretha sangat paham, orang seperti hakam mempunyai kekuasaan lebih diranah kampus, terlebih ayahnya bekerja dipemerintahan, tidak tanggung-tanggung, ayahnya adalah seorang mentri keuangan Indonesia serta pamannya adalah salah seorang dosen fakultas bahasa dan seni di Universitas Indonesia, yang notabe nya paman hakam adalah dosen dari gretha. Karena hal itu gretha harus berhati-hati jika bersikap dengan hakam. Setelah terdiam dan memikirkan cukup lama, akhirnya gretha angkat suara.
Hakam : “Hallo gretha? Bagaimana?” hakam melambaikan tangan kanannya ke arah depan wajah gretha dan berhasil membuyarkan lamunan gretha yang sedang memikirkan penawaran nya itu.
Gretha : “Terkait hal ini, aku tidak bisa berjanji akan sepenuhnya membantumu ka, ada misi tertentu yang harus aku jalankan dibalik tulisan yang sedang aku angkat.”
Hakam : “Kamu tenang saja, aku tidak akan memaksamu. Hak mu untuk menolak penawaran ini, dan hak mu pula jika memang bersedia membantuku.”
Gretha : “Sepertinya aku tidak bisa memutuskan hal ini sekarang, aku akan memikirkan nya terlebih dahulu. Besok atau lusa kita bertemu kembali disini, semoga setelah itu aku bisa memutuskan akan membantumu atau tidak.”
Hakam : “Baiklah, terimakasih sudah bersedia memikirkan hal ini, kalau begitu aku pergi duluan ya. Setelah ini aku ada bimbingan, sampai bertemu kembali besok atau lusa.”
Gretha : “Baiklah sama-sama ka, silahkan.”
Hakam pun beranjak dari tempat duduknya. Tak lama kemudian selang 30 menit berikutnya, menunjukkan pukul 17.00 gretha pun mulai beranjak dan bersiap untuk pulang menggunakan angkutan umum. Tepat pukul 17.45 sesampainya diapartement, dengan badan yang sangat lelah setelah seharian berkegiatan dikampus, gretha langsung membersihkan badannya dan seisi ruangan, lalu dilanjut makan malam ditemani dengan satu porsi telur rebus, sayur dan nasi seadanya.
Tidak terasa sebulan sepeninggal adiknya serta kepergian kedua orang tuanya. Setiap malam gretha selalu berusaha menghubungi kedua orang tua nya, tapi belum ada jawaban sampai hari ini. Setiap sebelum tidur ia pun selalu bermeditasi dan mengirimkan do’a kepada adik kesayangannya, serta berdo’a agar segera mendapat kabar dari kedua orang tuanya dengan membakar garu dan membiarkan wangi asapnya mengelilingi seisi ruangan.
Tepat pukul 20.00 sinar rembulan yang meneduhkan pandangan dimalam hari, mulai menyorot sudut jendela kamar gretha yang tengah duduk didepan meja belajar. Saat ini pikirannya sedikit alih fokus kepada hal yang ditawarkan oleh kating lintas jurusannya nya yaitu hakam. Sepanjang perjalanan pulang pun, gretha terus memikirkan hal itu. Ia hanya khawatir, jika ia membantu hakam, misi awalnya untuk mengungkap dalang dibalik kejahatan pemerkosaan yang dialami adiknya akan berantakan. Tapi disisi lain gretha juga merasa hakam mampu membantunya untuk memecahkan misi tersebut. Selama satu jam penuh pikirannya terus berputar pada hal itu, dan belum menemukan jawaban yang pasti.
Sedangkan di sisi lain, ia pun sangat merindukan kedua orang tuanya, karena setelah sebulan kejadian demonstrasi pada bulan mei kemarin, sampai sekarang ia belum bisa menghubungi kedua orang tua nya. Gretha terus mengenang pertemuan terakhir dengan kedua orang tuanya dibandara kala itu, ia selalu mengingat pesan terakhir dari kedua orang tuanya.
“Gretha, papah tinggalkan alamat beserta nomor telefon yang bisa kamu hubungi apabila kamu ingin datang ke singapore jika urusan mu sudah selesai”
“Jaga diri baik-baik anakku” sahut mamahnya.
“Baik pah, mah... aku akan sangat merindukan kalian berdua!”
Gretha hanya mampu menatap secarik kertas yang bertuliskan alamat paman liong disingapore, setiap malam ia selalu berharap dan berangan menemani kedua orang tua nya disana.
Keesokan harinya, gretha masih belum bisa memberikan jawaban kepada hakam dan dia tidak mengunjungi perpustakaan agar tidak bertemu dengan hakam. Sepulang dari kampus, gretha berjalan menyusuri jalan setapak demi setapak yang sangat syahdu setelah langit menangis, tak lupa sore itu ia akan mampir ke supermarket terlebih dahulu untuk membeli keperluan nya selama satu bulan kedepan. Gretha yang sedang asyik memilah dan memilih buah-buahan, sayur, sabun serta roti dan beras disebuah supermarket yang jaraknya tidak jauh dari apartement nya. Hari ini tanggal 16 Juni 1998 bertepatan dengan hari ulang tahun nya yang ke 21 tahun. Ia ingin hari ini menjadi awal yang baru dalam perjalanan hidupnya dan melupakan masa lalu yang kelam itu. Tetapi tetap saja ambisi nya untuk mengungkap kedok gembong pemerkosaan masih tetap membara.
Setelah puas berbelanja untuk menyiapkan jatah kebutuhan nya selama satu bulan kedepan, gretha langsung bergegas ke kasir untuk membayar semua makanan yang telah ia beli. Setelah membayar, gretha langsung beranjak menuju pintu keluar. Sayangnya saat sudah sampai didepan pintu teras supermarket, tiba-tiba langit kembali menangis tanpa adanya aba-aba, suara airnya yang jatuh dengan deras, tak mampu melanjutkan langkah gretha untuk menuju pulang ke apartement. Akhirnya dia pun memutuskan untuk duduk dikursi yang disediakan didepan supermarket.
Ketika sedang asyik menikmati suasana syahdu pada sore hari itu, ditemani rintik hujan yang membuat pikirannya mengenang keluarganya. Sungguh gretha sangat merindukan adik dan kedua orang tua nya, ada rasa sesak yang sedemikian hebat yang sebenarnya tidak mampu ia tahan. Namun ia tidak boleh kalah oleh keadaan. Hampir satu jam sudah berlalu, hujan pun masih belum reda. Dari arah kejauhan ia melihat seorang jaka tampan yang berjalan ke arah nya sambil membawa payung. Memakai kemeja kotak-kotak, celana jeans hugo, dan sepatu kasogi. Laki-laki itu pun semakin mendekat. Tidak salah lagi ia adalah.
Brayn : “Gretha...........”
Gretha : “Brayn?......”
Brayn : “Sedang apa kamu disini?” laki-laki itu bertanya
Gretha : “Sedang apa lagi kalau bukan belanja dan menunggu hujan reda, kamu sendiri kenapa kesini?”
Brayn : “Aku tadi tidak sengaja lewat dan melihat mu ada disini, sudah aku duga pasti kamu butuh tumpangan untuk menghalau hujan ini.”
Gretha : “Bagaimana kamu bisa menyimpulkan hal itu?”
Brayn : “Sudahlah. Aku sudah tahu tanpa kamu bilang tha, daripada kamu terus disini terjebak hujan, lebih baik pulang bersamaku dan kita makan bersama. Sudah lama juga aku tidak mengobrol dengan kamu tha.”
Gretha : “Makasih brayn, tapi aku bisa pulang sendiri. Lagi pula jarak dari sini menuju apartement ku cukup dekat, kalau pun hujan tidak mau mengalah, aku akan menerjang nya.”
Brayn : “Jangan sok-sok an nolak tha, kamu ini memang tidak ada berubah nya dari dulu. Masih keras kepala, jika kamu masih teguh menunggu hujan reda, kamu akan semalaman berdiam disini dan preman-preman yang ada di sebrang sana akan segera merampas belanjaan kamu jika sudah menunggu waktunya sepi. Dan jika kamu menerjang hujan, barang-barang kamu bisa basah semua, dan kamu bisa sakit nanti.”