Keenan & Bella

Novia rohmawati
Chapter #3

3. SIAPA GADIS ITU?

Hari ini, tepatnya hari minggu Bella dan Mita, Mama Bella memutuskan untuk pindah ke rumah barunya di sebuah perumahan padat penduduk---bekas rumah Bu Warso yang Papanya beli seharga 200 juta. Sebelumnya, mereka tinggal di sebuah rumah kecil di pusat kota. Namun karena Papa Bella ingin memiliki rumah dengan suasana baru akhirnya mereka memutuskan untuk membeli rumah almarhum Bu Warso yang sudah hampir lima bulan tidak ditempati. Bersyukur sekali Mita saat itu, sebelum dia memutuskan menempati rumah barunya anak-anak Almarhum Bu Warso lebih dulu membersihkan rumahnya. Jadi dia tak begitu pusing memikirkan cara untuk membersihkan rumahnya.

Sementara itu di ruangan berukuran 5×6 m² keadaan terlihat kacau dan berantakan. Sebuah koper besar di biarkan terbuka dengan beberapa baju berhamburan di atas lantai dan tempat tidur. Sementara sang pemilik kamar memilih bergelung di bawah selimut tebal setelah sesi berjoget ria tadi pagi. Menghabiskan 10 lagu untuk dance tentu saja membuat Bella kecapekan. Bukannya bangun lalu membantu Mamanya di dapur. Malah yang Bella lakukan adalah tidur sampai jarum pendek tepat menyentuh angka 10.

Gadis itu terbangun ketika terdengar suara teriakan lantang dari lantai bawah. Setelah dia rasa semua nyawanya terkumpul dia meloncat ke lantai lalu berlari ke kamar mandi melakukan ritual pagi ala kadarnya. Buru-buru Bella keluar kamar saat teriakan Mamanya terdengar lagi.

"Iya Ma, Bella turun kok," dumel Bella sambil menyempol asal rambut lurus itu keatas kepala mempertontonkan leher putih mulusnya. Kaki jenjangnya mulai menuruni anak-anak tangga dengan gerakan lambat. Begitu sampai dipijakan terakhir Bella berhenti. Harum semerbak kue buatan Mamanya memenuhi indra penciuman. Tak mau menunggu lebih lama, Bella berlari mendekati Mamanya dan melihat apa yang telah Mamanya buat.

"Mama buat apa?" tanya Bella antusias sambil mengecup pipi kiri Mamanya dengan gemas. Sementara Mita melirik sekilas ke arah sang anak dan kembali fokus dengan aktivitasnya. "Pancake," jawab Mita cuek.

Bella mengendus---mencium ada bau-bau kemarahan dari sang Mama."Ih..., kok jutek gitu Ma. Mama marah ya sama Bella?" tebak gadis itu sambil cengengesan.

"Ya abis bukannya bantuin Mama, malah balik molor lagi." gerutu wanita paruh baya itu sambil memasukkan beberapa pancake ke kotak kardus.

Bella meringis kecil lalu menarik kursi didepannya untuk duduk dan di akhiri mencomot pancake untuk dia makan. "Maaf Ma, soalnya Bella capek abis beres-beres tadi," dusta Bella sangat kentara.

Mita menggeleng pelan dan mencubit pinggang anaknya sedikit keras membuat Bella mengaduh kesakitan. "Bella..., ingat kamu udah kelas 12. Kurangin kegiatan kamu yang kayak cacing kepanasan itu. Fokus belajar Bel!"

Begitu mendapatkan peringatan lagi dan lagi dari sang Mama, Bella hanya bisa pasrah dan mendesah pelan. "Bellaaa!!! Kamu denger apa kata Mama?" seru Mita mulai kesal.

"Iya Mama, Bella denger kok," gadis itu memutar bola matanya jengah sambil terus mengunyah pancake yang sempat dia ambil tadi.

"Ya udah, Mama kasih tugas kamu sekarang,"

Sontak Bella langsung berdiri. "Tugas?"

"Jangan bilang Mama kasih Bella tugas Matematika? NOOOO!!!" Serunya tiba-tiba penuh dengan penekanan.

"Bukan, makanya dengerin Mama dulu dong," Mita tampak menghembuskan napas panjang.

Bella mendesah lega mendengar itu. "Apa Ma?"

"Nih kasih pancake ini ke tetangga sebelah kita, rumah nomer 24," Mita mengangsurkan sebuah kotak ke arah Bella. Sementara gadis itu tak langsung menurut dan bertanya lagi. "Kenapa nggak Mama aja yang kasih?"

"Mama mau telepon Papa kamu, udah sana pergi." Mita mengibaskan tangannya, mengkode Bella agar segera keluar.

Bella yang awalnya enggan, mulai melangkahkan kakinya menuju pintu utama tanpa lupa membawa kotak berisi pancake. Bella membuka gerbang didepan rumahnya melangkah keluar dan mencari rumah dengan pagar bernomer 24. Tepat di samping rumahnya yang hanya berjarak sekitar sepuluh meter. Berdiri megah rumah bercat putih tulang itu. Jika di lihat dari rumah disekitarnya tentu saja rumah nomer 24 jauh lebih besar dan megah.

"Ohh..., orang kaya." guman Bella sambil memencet bel di samping gerbang. Tak begitu lama seseorang membuka gerbang untuknya. Muncullah seorang wanita yang Bella yakini pembantu di rumah itu dengan senyuman hangat.

"Maaf Mbak, ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu sopan tanpa mengenyahkan senyum tipis di bibirnya.

"Ini Mbok, saya di suruh Mama ngasih bingkisan," Bella mengulurkan bingkisan itu pada Mbok Imah.

"Pancake, isinya pancake buatan Mama saya," tambah Bella begitu melihat raut tak sedap dari wajah wanita itu. Begitu mendengar penjelasan Bella, Mbok Imah langsung mengambil kotak itu dari tangan Bella.

Lihat selengkapnya