Bersenandung lirih sesekali melompat-lompat masuk kedalam rumah. Terlampau senang begitulah yang Bella rasakan saat ini. Sampai apa yang telah dia alami tadi---gagal ujian dance sirna begitu saja dari otaknya. Bisa di lihat dari raut wajahnya yang tampak semringah, bibir melengkung membentuk senyuman manis. Siapapun yang melihat gadis itu pasti akan heran. Termasuk Mamanya yang tiba-tiba bertanya akan keanehan anaknya.
"Bel sehat?" tanya Mita sambil mengibaskan telapak tangannya di depan wajah Bella. Secepat kilat Bella mencekal lengan Mamanya dan meringis menunjukkan gigi putihnya.
"I'm fine," ujarnya sambil cengengesan. Makin di buat heran Mita melihatnya.
"I'm fine i'm fine makin gak fine kamu itu kalo sok-sokan pakek bahasa inggris,"
"Ih Mama, serius deh Bella baik-baik aja kok," di taruhnya tas punggungnya di atas meja makan.
"Bella jangan ditaruh disitu dong, kamu ganti baju dulu sana abis itu makan," protes Mita tak suka akan kebiasan buruk Bella yang selalu seperti itu. Meletakkan tas di sembarang tempat, malas ganti baju bahkan jarang cuci tangan juga.
"Ya udah deh iya," sahutnya lesu, menarik tas punggungnya lalu melangkah menuju lantai atas.
Setibanya di kamar, Bella langsung melempar tas nya keatas ranjang dan melangkah menuju balkon. Di tatapannya kamar sebarang dengan senyuman mengembang penuh arti. Salah satu jendela balkon itu terbuka. Dengan penuh harap Bella merapalkan doa agar sang pemilik kamar segera keluar. Sampai beberapa menit masih disana dengan harapan yang sama, Bella tak kunjung beranjak.
Tiba-tiba sebuah pesawat kertas terbang kearah Bella tanpa gadis itu sadari dari mana asalnya. Jatuh di lantai balkon kamarnya---dibawah kakinya. Bella mengambil benda itu lalu melihat sekeliling dengan tatapan heran. Bella mengangkat bahunya pelan dan masuk kedalam kamarnya sembari mengamati pesawat kertas yang ada di tangannya. Seketika Bella melebarkan kedua matanya begitu mendapati sebuah nama tak asing tertera di salah satu sayap pesawat. Dan menyunggingkan senyuman tipis begitu dia membaca sebuah pesan di balik sayap pesawat itu.
"Besok, gue ajarin lo main basket," begitulah pesan yang ada di dalam pesawat kertas yang di kirim Keenan untuk Bella.
"Yeyyy, yuhuuuu!!!" Bella bersorak sambil berjoget-joget, melompat-lompat tak beraturan di atas lantai. Keenan yang saat itu muncul dari balik tembok kamarnya tersenyum geli melihat tingkah polah Bella yang selalu lucu dimatanya.
***
Pulang sekolah Keenan dan Bella langsung pergi ke alon-alon kota Trenggalek menggunakan sepeda Keenan. Untungnya jarak sekolah mereka tak jauh dari tempat tujuan. Mungkin hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit saja. Keenan memarkirkan sepedanya di parkiran alon-alon yang tampak sepi itu. Menoleh ke arah Bella sekilas sebelum bertanya.
"Kenapa?" tanya cowok itu heran begitu melihat Bella hanya bungkam sejak tiba di sana.
"Belum pernah kesini?" lanjutnya dengan tawa geli.
DUK
Di pukulnya bahu Keenan sedikit keras, membuat cowok itu mengaduh dan mengusap bahunya pelan.
Bella berdecak pelan. "Ih apaan sih! Ya udah lah!"
Keenan tersenyum geli menanggapi.
"Ya udah ayo, mumpung masih jam 3," di ambilnya bola basket di tangan Bella lalu melangkah memasuki kawasan alon-alon dengan langkah santai di ikuti Bella dari belakang. Salah satu tangannya masuk kedalam saku celana dan satunya lagi mengapit bola basket, dengan pandangannya fokus ke depan.
Bella mempercepat langkahnya menjajarkan dengan langkah Keenan yang lebar. "Kok sepi?Biasanya kan jam segini itu rame banget," tanya Bella bingung sambil menatap wajah Keenan dari samping. Semua yang ada pada Keenan nyaris sempurna. Hidung mancung, bibir tipis, mata sayu dengan tinggi badan sekitar 180 cm. Dan jangan lupakan satu lagi rambut hitam sedikit bergelombang yang semakin menambah aura ketampanan dari diri Keenan. Bella menyadari itu semua. Bella mengakui bahwa Keenan itu sangat tampan, tentu saja!
Keenan menoleh sebentar lalu menatap ke depan lagi. "Gue minta gak ada yang makek selama satu jam kedepan,"
Bella berkerut kening mendengar hal itu. "Minta ke siapa?"
"Temen-temen gue,"