Sudah hampir 5 jam Bella mengurung diri di dalam kamar sejak pulang sekolah tadi. Tidak makan, tidak mengganti baju dan bahkan belum mandi sampai saat ini. Lalu apa yang dia lakukan di dalam kamar selama itu? Memandangi balkon seberang dengan penuh harap Sang pemilik kamar melihatnya dan keluar. Ya hanya itu yang Bella lakukan di dalam kamarnya. Tepat pukul 6 malam dia melihat siluet tubuh Keenan berdiri di depan jendela balkon, samar-samar tapi Bella yakin jika cowok itu juga melihatnya.
"Ken!" teriaknya frustasi. Panggilannya tak di gubris begitu melihat siluet tubuh Keenan menghilang di susul tirai abu-abu yang dia tutup. Bella memutar tubuhnya membelakangi balkon seberang. Helaan napas pelan keluar dari bibir Bella. Lagi dan lagi Bella harus menerima kekecewaan akan ulah yang telah dia lakukan dulu, semua impas. Tuhan telah menjawab semua. Tinggal kini bagaimana caranya Bella memperbaiki semuanya. Bella mulai berkaca-kaca di tempatnya.
"Bel, keluar sayang makan dulu!" teriak Mita dari luar kamar Bella.
"Habis ini kita check ya?" lanjutnya di ikuti suara derap langkah. Menandakan wanita itu pergi dari depan kamar Bella. Bella menarik napas pelan, membuang secara perlahan di ikuti buliran air merembes tanpa bisa gadis itu tahan.
"Tuhan, ijinkan aku bahagia sekali saja,"
"Ijinkan aku bahagia kali ini saja Tuhan,"
Bella tak lagi bisa menyangga tubuhnya sendiri. Seperti merasa dejavu, tubuhnya terduduk lemas di lantai balkon yang dingin. Tubuhnya bergetar hebat, suara tangisan semakin terdengar kencang. Masa bodoh! Hanya dengan menangis satu-satu cara agar rasa sesak di dada sedikit sirna. Kedua matanya mulai kabur seiring rembesan air matanya yang semakin banyak.
Salah satu tangannya dia gunakan memukul dadanya, berulang kali terus seperti itu. Sementara yang satunya lagi dia gunakan untuk mengusap kasar air matanya. Napasnya tersengal-sengal akibat tangisannya yang tak kunjung selesai.
Di belakang sana, cowok yang belum benar-benar pergi dari tempatnya mulai menyingkap tirai abu-abu. Melihat Bella yang terduduk mengenaskan membelakanginya membuat dadanya terasa sesak. Jujur, bukan keinginan Keenan untuk menjauhi Bella. Gadis itu sudah seperti matahari dan bulan, yang akan selalu dia butuhkan setiap waktu siang dan malam. Hanya saja, Keenan butuh waktu. Benar-benar butuh waktu untuk sendiri. Rasa kecewa yang dia dapat cukup membuat dirinya kembali pada Keenan yang dulu. Dingin dan tak tersentuh.
"Maafin Keenan Bel," gumamnya pelan, lalu menarik kembali tirai balkon kamarnya. Keluar kamar dan menuruni anak-anak tangga dengan tergesa-gesa. Pasalnya malam ini dia ingin membuntuti mamanya yang entah dimana sekarang. Tapi untungnya Mbok Imah sedikit memberi petunjuk kepada Keenan. Cukup mempercepat pencarian Sintia.
"Mas Ken mau kemana?" Tanya Mbok Imah begitu melihat anak sang majikan berpakaian lebih rapi dari biasanya. Celana jeans pendek selutut serta kaos hitam pendek. Di tambah lagi topi hitam yang bertengger di kepala semakin membuat beliau bingung.
Ngapain malam-malam pakek pakiaan serba hitam? Mau gerbek maling?
"Keluar Mbok, bentar kok kalau nggak ada sesuatu," masih dengan topengnya, Keenan berusaha tak menujukkan rasa kecewanya pada siapapun.
Mbok Imah mengernyit. "Sesuatu? Oh lagunya Mbak Syahrini itu? Sesuatu yang ad-"
"Lanjut nanti lagi Mbok, kalo Ken udah nggak dirumah." Potong Keenan cepat dan berlalu begitu saja membuat Mbok Imah sempat geleng-geleng kepala
***
Bella keluar dari kamarnya setelah menumpahkan air matanya lalu mandi dan berpakaian lebih rapi. Dress selutut berwarna pink kesukaannya. Malas sebenarnya karena harus bertemu dengan dokter lagi dan lagi. Apalagi harus di beri obat yang banyaknya gak ketulungan.