Bella keluar dari ruangan dokter seorang diri, sementara Sang Mama masih bertahan di dalam karena ada urusan sebentar dengan dokter yang baru saja menangani Bella. Gadis itu memilih menunggu di kursi yang tersedia di lorong rumah sakit. Menengadahkan kepalanya menatap langit-langit lorong yang lebih menarik daripada yang lain. Di balik itu pikirannya kacau. Memikirkan semua perkataan yang tak sengaja menyakiti hatinya. Tentu saja bukan maksud Dokter Fery menakut-nakuti Bella tapi memang itu faktanya.
Tak lama kemudian Mita keluar dari dalam ruangan dokter. Wajah wanita itu tampak lesu, sayu dan tak ada secuil kebahagiaan yang terpancar di sana. Tepat saat itu Bella mengalihkan tatapannya, menatap Mamanya yang baru saja keluar dari ruangan. Menarik napas lalu menghembuskan secara perlahan.
"Enggak apa-apa Ma, Bella baik-baik aja kok." ujar gadis itu sembari melangkah mendekati Mamanya dan memberikan pelukan kecil pada tubuh sang Mama.
"Bella baik-baik aja, serius." seperti biasa menunjukkan deretan gigi putihnya sambil tersenyum tipis di balik kehancurannya.
"Bel, Maafin Mama yang kurang perhatian sama kamu,"
"Ih kata siapa Mama nggak perhatian sama Bella sih, Mama itu satu-satunya manusia di muka bumi ini yang paling perhatian sama Bella,"
"Bel Mama serius, kita telepon Papa setelah ini. Minta dia pulang terus kita--"
"Sssttt, please ma,"
"Lihat, bella nggak kenapa-napa kok. Jangan khawatirin jantung Bella. Dia sehat kok semenjak ketemu Keenan. Hihihi," ringisnya kecil sambil melompat-lompat.
"Mama lihat sendiri kan? I'm okay,"
Mita menggeleng pelan lalu melangkah mendekati Bella dan memberi gadis itu sebuah kecupan lembut di dahi.
"Bertahan ya, mama mohon,"
Bella trenyuh akan ketulusan dan kelembutan Mita. Wanita itu sukses membuatnya berkaca-kaca.
"Bella janji,"
***
Motor matic meluncur dengan kecepatan tinggi mengikuti mobil di depan sana yang melaju dengan lambat. Keenan tetap menyuruh untuk menjaga jarak aman agar tidak ketahuan oleh mereka berdua. Sepuluh menit kemudian mobil itu berbelok memasuki area hotel dan berakhir di parkiran. Sementara Keenan menyuruh pak tukang ojek untuk berhenti di pinggir jalan. Biar dirinya sendiri yang masuk.
Setelah memberikan uang ongkos Keenan mulai melangkahkan kakinya memasuki area hotel. Sesekali tangan kirinya merapikan kembali letak topinya, menunduk pelan sambil berjalan ke arah pintu masuk hotel. Namun gerak-gerik cowok itu yang cukup mencurigakan membuat beberapa pasang mata menatapnya curiga. Termasuk petugas keamanan di hotel itu.
"Maaf Mas?" Cegah lelaki bertubuh kekar, menghadang jalan Keenan. Sontak cowok itu mengumpat dalam hati, merutuki kebodohannya. Menelengkan kepalanya menyembuyikan sisi bagian kanan tubuhnya yang bisa saja di kenali oleh Mamanya.
"Iya pak ada apa?" Sahutnya lirih sambil ekor matanya tak pernah absen melihat kedua sejoli yang tengah di mabuk cinta memasuki area hotel.
"Anda siap-"
"Auhh...," Keenan merintih kesakitan kedua tangannya memegangi perutnya.
Petugas keamanan itu mengernyit bingung. "Ada apa Mas?"
"Pak saya butuh toilet sebentar, tiba-tiba perut saya sakit karena terlalu banyak makan sam--auhh," dengan di anugerah otak cerdas Keenan mulai melancarkan aksinya, mengelabuhi petugas keamanan contohnya.
"Astaga, hotel untuk menginap mas. Bukan buat buang air besar saja,"
"Apa bapak mau saya bab di sini--akkh saya tidak kuat pak," Keenan meringis kecil.