Keenan keluar dari area hotel dengan langkah tertatih, tidak ada yang tergores seinci pun di tubuhnya. Tapi hatinya hancur lebur tak berbentuk lagi. Sayatan tak kasat mata melukai perasaan sekaligus hatinya. Kekecewaan yang mendalam membuat dirinya hampir lupa diri. Bisa saja detik yang terulang di otaknya menjadi malam petaka. Membunuh orang contohnya.
Buliran air mata merembes, tubuhnya bergetar bukan karena dinginnya malam. Tapi karena tubuhnya yang sialan tak bisa menerima kenyataan. Dengan bermodalkan separuh nyawa yang tersisa Keenan melangkah ke trotoar. Melihat lalu lalang kendaraan yang tampak masih ramai.
Menarik napas pelan lalu dia hembuskan kuat-kuat. Memikirkan kata hidup, membuat cowok itu tersenyum getir. Keenan tak lagi berharap pada kehidupan. Hidupnya sudah hancur semenjak dia berhasil menapaki lantai hotel. Disana semua sudah jelas! Sudah tak ada lagi harapan untuk Keenan hidup.
Terutama Mamanya...
Keenan terlalu Bodoh! Tolol! Goblok!
Kehidupan Keenan di hancurkan oleh Mamanya sendiri. Parahnya lagi, Sintia tak mengejar Keenan saat cowok itu keluar dari area hotel. Dan memilih bertahan dengan lelaki sialan yang hampir mati di tangannya tadi. Kembali menertawakan takdir tuhan. Mengangkat kepalanya melihat bintang-bintang yang seakan mencemooh hidup Keenan yang terlalu pahit. Di sana mereka berkelap-kelip memamerkan cahayanya yang cantik. Sementara Keenan? Apa yang akan dia pamerkan? kehidupannya yang hancur?
Keenan menggerakan kakinya lagi, menjauhi trotoar dan melangkah menuju jalanan yang di aspal. Suara teriakan orang-orang yang melihatnya sama sekali tak membuatnya berhenti. Keenan tetap pada tujuan awalnya. Hidupnya sudah hancur di tangan mamanya. Lalu apa yang Keenan harapkan lagi. Kematian? Benar hanya kematian yang akan membawa Keenan lupa dengan segala yang telah terjadi.
Suara teriakan kembali terdengar menyuruh lelaki itu untuk pergi dari sana, hingga di satu waktu sebuah mobil meluncur kencang mendekati posisi Keenan berada. Sinar lampu yang semakin tersorot kearahnya dengan di ikuti klakson yang berbunyi beruntun. Sama sekali tak mengindahkan tujuan Keenan. Biarkan kematian membawa Keenan bahagia. Kali ini saja.
Keenan berdiri di tengah-tengah jalan aspal, merentangkan tangannya dengan kedua mata tetutup rapat. Sebentar lagi mobil itu akan menghantam tubuhku dan membawaku pada kematian, batinnya. Namun suara rem di pijak dengan kuat, stir yang di bandingkan ke sisi kanan berhasil menghentikan mobil yang hampir saja menabrak tubuh Keenan. Matanya kembali terbuka dengan cepat. Menyorot tatapan tajam penuh amarah.
Sial! Gagal!
"KENAPA KAU TAK MENABRAK KU!" teriak Keenan pada pengemudi di dalam mobil. Matanya yang kabur tak bisa melihat dengan jelas dua orang itu. Sementara salah satu dari mereka menatap Keenan dengan tatapan terluka. Dadanya terasa sesak, semua ini hasil ulahnya. Ya ulahnya yang tidak hati-hati. Di bukanya cepat pintu mobilnya dan turun mendekati Keenan.
"Ken apa yang kamu lakukan!" Teriak Bella frustasi. Cowok itu menoleh dengan cepat cukup terkejut akan kehadiran Bella di sana.
"Bel?" Pujaan hatinya, pujaan hatinya datang di saat yang tepat atau tidak tepat? Keenan tidak tahu. Air matanya kembali meluruh tanpa henti. Wajah pucat didepan sana selalu menghantuinya. Mencubit ulu hatinya. Ada apa dengan dia sebenarnya?
Bella tak menjawab, air matanya membuat penglihatannya kabur. Dia dekati Keenan lalu menarik tubuh jangkung cowok itu ke dalam pelukannya. Bella memeluknya dengan lembut dia usap naik turun punggung Keenan yang semakin bergetar hebat akan tangisan cowok itu yang pecah.
Keenan tak menjauh, tak menolak pelukan Bella. Karena memang yang dia butuhkan sekarang adalah sesorang yang peduli dengannya. Mau memberinya pelukan Dan mendengarkan apa yang telah terjadi. Meskipun perasaan kecewa, marah pada Bella masih tetap ada. Tapi apa daya pelukan Bella jauh lebih dia butuhkan sekarang.
"Maafin Bella Ken, nggak seharusnya Bella sembuyiin semua ini,"
Keenan menjauhkan tubuhnya, melepaskan pelukan Bella denhan berat hati. Menoleh ke kanan dan ke kiri. Tak di rasa kemesraan mereka menjadi tontonan para pengguna jalan yang mendadak berhenti dan beberapa pengunjung hotel.
"Bel?" suara panggilan Mita dari dalam mobil , membuat keduanya menoleh dengan cepat.
"Masuk, kalian bicara di dalam saja," suruh Mita langsung di balas anggukan oleh Bella dan Keenan.
"Ikut kita pulang ya?" tanya Bella sambil meremas jemari Keenan dengan lembut. Seolah memberi kekuatan. Keenan mengangguk dan mengikuti langkah kaki Bella masuk kedalam mobil, keduanya duduk di jok belakang. Mobil pun kembali melaju dengan kecepatan sedang.
Hening, sudah hampir sepuluh menit mereka duduk berdampingan tapi tak satupun yang berani berbicara dulu. Mita yang menyadari itu hanya bisa mendesah pelan. Tak ingin ikut campur juga.
"Bel?"