Semenjak mengetahui mantan pacarnya memiliki penyakit jantung. Keenan bukanlah Keenan bagi semua orang. Cowok itu yang semula tertutup kini lebih tertutup lagi. Apalagi semenjak hari-hari mendekati ujian nasional cowok itu datang sekolah satu menit sebelum masuk kelas.
Seperti menghindar dari teman-temannya. Tak ada semangat hidup akibat rasa bersalah semakin mengakar. Hidupnya kembali abu-abu atau bahkan menghitam seperti awan yang berkumpul di atas kepalanya siang ini.
Cowok itu mempercepat langkahnya keluar dari gerbang sekolah. Menunggu jemputan Sang Mama di dekat pos satpam. Setelah kejadian dirinya ikut ke pesta pertunangan teman mamanya. Sedikit demi sedikit hubungannya dengan mamanya sedikit membaik. Tidak ada kata maaf sebenarnya, tapi Keenan akui dia tak ingin menjadi anak durhaka.
"Ken!" Suara panggilan yang begitu familier membuat cowok itu menoleh dengan cepat. Mengangguk kecil dan berjalan menuju mobil mamanya terparkir.
"Mama udah tanya sama temen mama Ken," wanita itu membuka pembicaraan begitu melihat sang anak sudah duduk di jok belakang.
"Apa?" Tanya Keenan balik tanpa mau melihat lawan bicara.
"Dia bersedia nyariin kamu tempat tinggal ketika di Korea nanti,"
"Hmm,"
Sintia sudah mengatur semuanya dengan matang. Masa depan Keenan tetap menjadi prioritasnya. Hidupnya biarkan hancur asal hidup anaknya tidak. Ya meskipun dia sendiri ladang masalah Keenan. Di balik itu semua, Sintia benar-benar menyesali perbuatannya itu. Dia berjanji pada Keenan untuk tidak melakukan hal menjijikan itu lagi. Tapi tak lantas mendapatkan maaf dari cowok itu. Biarkan waktu yang ikut berperan.
"Ujian nasional kamu tinggal berapa hari lagi?"
"Besok lusa,"
"Belajar yang giat Ken," ujarnya sambil menyalakan mobil.
"Tanpa harus di suruh,"