Pemuda itu berjalan kewalahan dengan tiga buah tas besarnya, dan satu tas ransel yang diletakkan di punggungnya.
“Kamu juga, sih. Pake acara menolak bantuan segala, jadi repot sendiri kan? Kenapa juga tidak bawa travel bag beroda biar enteng tinggal ditarik. Sini, aku bantu,” kata gadis itu sedikit kesal sambil mengambil salah satu tas dari tangan pemuda itu.
Mereka berjalan menyusuri jalan setapak yang ditunjukkan petugas tadi. Kini mereka berhenti di persimpangan.
“Bagaimana ini, Win? Lewat jalan mana?” tanya pemuda itu kebingungan.
“Mana peta tadi?” Pemuda itu menyerahkan selembar kertas bergambar peta pulau itu.
“Sepertinya ke kanan, iya ke arah kanan semestinya.”
Pemuda itu turut memperhatikan peta, lalu mencoba mencari bangunan menjulang yang terlihat dari dermaga tadi, tapi dalam posisi mereka saat ini, bangunan itu tidak terlihat karena ditutupi oleh gunung batu dan pohon-pohon raksasa.
Mereka akhirnya sepakat untuk mengambil jalan ke arah sebelah kanan. Setelah beberapa lamanya berjalan, “Win, apa kita tidak salah jalan? Seharusnya kan jalannya mendaki, ini sepertinya kita sampai di tepian sungai, coba dengar!” kata pemuda itu sambil menaruh tangannya di telinga berusaha memperjelas pendengarannya, diikuti oleh kekasihnya yang melakukan hal yang sama. "Itu suara air mengalir, sepertinya di depan ada sungai.”
“Ya, ada sungai di sini, di peta. Tapi …“ tangannya menyusuri gambar sungai pada peta. “Sungainya panjang, Steve. Kita berada di mana ya kira-kira?”
“Ya, sudahlah. Kita ikuti saja arah bunyi air itu. Kita juga perlu istirahat sebentar. Aku capek, haus, lapar, memangnya kamu tidak capek ya, Win?” tanya pemuda itu sambil berusaha mengatur nafasnya.
“Sedikit lagi, Steve. Kita istirahat di pinggir sungai saja. Gadis itu berjalan mendahului kekasihnya menuju bunyi air mengalir tadi. Mereka melewati pohon-pohon raksasa yang berdiri berdempetan seperti membentuk formasi untuk melindungi sesuatu.
“Wah ... indah!” decak kagum gadis itu saat di depan matanya tersuguh sebuah pemandangan alam yang menakjubkan. Kepalanya menengadah ke atas ke puncak air terjun itu lalu kedua bola matanya bergerak menyusuri air terjun yang berwarna putih bersih, bermuara pada sebuah sungai yang jernih, bahkan dasarnya terlihat jelas dengan berbagai ikan-ikan hias khas air tawar yang menari-nari mengelilingi bebatuan di dasar sungai.
Tas-tas bawaan mereka kini diletakkan begitu saja di atas batu-batu, lalu mereka berlari-larian melompati batu-batu itu menuju ke arah air sungai yang mengalir. Rasa capek dan lelah hilang dalam sekejap, tergantikan oleh kenikmatan alam yang menyambut kehadiran mereka.
“Tunggu, Win. Sebelum pakaian kita basah, ayo kita ambil gambar,” seru pemuda itu seraya berlari kembali mengambil kamera dari dalam tas ranselnya.”
Mereka berdua berfoto bersama dengan berbagai pose berlatar belakang air terjun dengan tertawa riang. “Sekalian untuk foto prewedding kita,” serunya sambil melirik gadis pujaan hatinya di sampingnya.
Mereka saling berpandangan lalu tertawa bersama dan mengambil gambar sebanyak mungkin dari berbagai sudut, hingga hampir tak ada yang terlewatkan.